Selasa, 29 Juni 2010

Contoh Pidato Perpisahan Kelas 6 SD

Pidato perpisahan kelas 6 ini bisa Anda ambil gratis tanpa syarat. Anda mungkin sekarang menjadi lebih senang karena dihadapan Anda sekarang sudah ada banyak contoh pidato perpisahan kelas 6 yang bisa Anda ambil kapan saja sesuai yang Anda butuhkan.

Pidato perpisahan kelas 6 ini biasanya disampaikan pada saat perayaan kelulusan kelas 6 SD yang berbarengan dengan kenaikan kelas (samenan). Atau saat upacara bendera, atau di kelas yang disampaikan oleh wali kelas \ guru kelas .

Pidato perpisahan kelas 6 ini seperti Pidato perpisahan lain. Secara umum isinya meliputi kata-kata ucapan perpisahan , permohonan maaf, harapan dari guru untu siswa, dll.

Di bawah ini Anda bisa dapatkan contoh pidato perpisahan kelas 6 yang Anda cari.

Semoga contoh pidato perpisahan kelas 6 ini bermanfaat buat Anda sebagai inspirasi tugas sekolah atau inspirasi saat Anda menyusun uraian pidato perpisahan yang aka Anda sampaikan nanti pada acara perpisahan.

Sebarkan kepada teman Anda jika contoh pidato perpisahan ini terasa bermanfaat buat Anda.

Terima kasih
Atas kunjungan Anda
Tinggalkan komentar atau tanggapan Anda disini.

Contoh Pidato Perpisahan Kelas 6 SD

Pidato perpisahan kelas 6 ini bisa Anda ambil gratis tanpa syarat. Anda mungkin sekarang menjadi lebih senang karena dihadapan Anda sekarang sudah ada banyak contoh pidato perpisahan kelas 6 yang bisa Anda ambil kapan saja sesuai yang Anda butuhkan.

Pidato perpisahan kelas 6 ini biasanya disampaikan pada saat perayaan kelulusan kelas 6 SD yang berbarengan dengan kenaikan kelas (samenan). Atau saat upacara bendera, atau di kelas yang disampaikan oleh wali kelas \ guru kelas .

Pidato perpisahan kelas 6 ini seperti Pidato perpisahan lain. Secara umum isinya meliputi kata-kata ucapan perpisahan , permohonan maaf, harapan dari guru untu siswa, dll.

Di bawah ini Anda bisa dapatkan contoh pidato perpisahan kelas 6 yang Anda cari.

Semoga contoh pidato perpisahan kelas 6 ini bermanfaat buat Anda sebagai inspirasi tugas sekolah atau inspirasi saat Anda menyusun uraian pidato perpisahan yang aka Anda sampaikan nanti pada acara perpisahan.

Sebarkan kepada teman Anda jika contoh pidato perpisahan ini terasa bermanfaat buat Anda.

Terima kasih
Atas kunjungan Anda
Tinggalkan komentar atau tanggapan Anda disini.

Rabu, 16 Juni 2010

Dari Mana Kecerdasan Terbentuk

Manusia semenjak dilahirkan telah diberikan kesempurnaan oleh Tuhan YME dengan memiliki kecerdasan. Dengan kecerdasan inilah proses kehidupan dapat berlangsung dengan sempurna. Hanya saja faktor pembawa (Genetik) yang tentunya membedakan tingkat kecerdasan seseorang. Selain itu faktor asumsi makanan (gizi/vitamin) dan lingkungan adalah pembentuk daya kembang kecerdasan. Mengenai proses perkembangannya akan terbentuk dari pola pembelajaran. Dapat dikatakan bahwa Pembelajaran adalah suatu tahapan perubahan perilaku dengan arah yang positif untuk memecahkan masalah personal, ekonomi, sosial, dan politik yang ditemui oleh setiap manusia. Perilaku diartikan sebagai sikap, ide, nilai, keahlian, dan minat.

Dan arah positif merujuk kepada apa yang dapat meningkatkan pengetahuan manusia. Pembelajaran memungkinkan manusia menjadi entitas yang berfungsi, efektif, dan produktif di dalam hidup bermasyarakat. Dengan kata lain, siklus kehidupan diciptkan dari hasil pembelajaran. Adapun teori-teori yang membahas tentang belajar adalah sebagai berikut;

1. Behaviourisme

Teori ini dipelopori oleh; J.B. Watson, Pavlop, Skinner. Kemudian Teori belajar dapat dimasukan kedalam kelompok behaviourisme adalah Assosiative Learning.

Pengertian Assosiative Learning

Teori ini dikemukkan oleh Pavlov yang kemudian dipelopori oleh Guthric dan Skinner yang berhaluan behavioris. Pavlov mengadakan eksperimen disebut Condition reflex, karena yang dipelajari gerakan otot sederhana yang secara otomatis bereaksi terhadap suatu perangsang tertentu. Reflex dapat ditimbulkan oleh perangsang yang lain yang dahulunya tidak menimbulkan reflex tadi. Teori ini menekankan bahwa belajar terdiri atas pembangkitan respons dengan stimulus yang pada mulanya bersifat netral atau tidak memadai. Melalui persinggungan (congruity) stimulus dengan respon, stimulus yang tidak memadai untuk menimbulkan respons tadi akhirnya mampu menimbulkan resposns. Drill, praktik, pengulangan dan kejadian-kejadian sesuai teori ini.

Belajar asosiasi dimana urutan-urutan kata-kata tertentu berhubungan sedemikian rupa terhadap obyek-obyek, konsep-konsep, atau situasi sehingga bila kita menyebut yang satu cenderung menyebut yang lain. Misalnya ayah berasosiasi dengan Ibu, kursi dengan meja. Jika digunakan untuk model pembelajaran sekarang masih relevan tentu dengan paradigma baru misalnya menerangkan dengan mode, gambar dan demostrasi.

Menurut Thorndike, bahwa yang menjadi dasar belajar ialah asosiasi antara kesan panca indra (sense impression) dengan impulse untuk bertindak (impulse to action). Bentuk belajar oleh Thorndike disifatkan dengan “Trial and Error learning” atau “learning by selecting and connecting” . Belajar berlangsung 3 hukum (1) law of readiness; (2) law of exercise; (3) law of effect. Law of effect ini menunjukkan kepada makin kuat atau makin lemahnya hubungan sebagai akibat daripada hasil respon yang dilakukan .

Apabila suatu hubungan atau koneksi disebut dan ditandai atau diikuti oleh keadaan yang memuaskan , maka kekuatan hubungan itu akan bertambah, sebaliknya apabila suatu koneksi dibuat dan disertai atau diikuti oleh keadaan yang tidak memuaskan, maka kekuatan hubungan itu akan berkurang. Dalam Law of effect, segala tingkah laku yang mengakibatkan keadaan yang menyenangkan akan diingat. Dan tingkah laku yang menyenangkan mudah untuk dipelajari begitu pula sebaliknya. Thorndike berkesimpulan bahwa belajar adalah hubungan antara stimulus dan respons. Jadi mengacu kepada teori dari Thorndike, manusia belajar karena adanya kepuasan untuk memperoleh ganjaran dan tingkah laku terbentuk karena hasil trial & error dan law of effect. Praktik belajar seperti cocok digunakan untuk memotivasi siswa dengan pemberian hadiah/ganjaran/reward. Namun penggunaannya hanya saat-saat tertentu dan dalam keadaan yang memungkinkan. Sebab jika dilakukan terus menerus siswa cenderung mau belajar karena akan memperoleh reward, lalu kalau reward ditiadakan siswa apakah masih mau belajar.

2. Cognitivism

Pandangan tentang teori belajar ini meliputi kemampuan atau mengatur kembali dari susunan pengetahuan melalui proses kemanusiaan dan penyimpanan informasi. Piaget membagi 4 tingkat perkembangan kemampuan otak untuk berpikir mengembangkan pengetahuan (cognitif) :

  1. Sensor motor (umur 2 tahun)
  2. Pre Oprasional (umur 2-7 tahun)
  3. Konkret Oprasional (umur 7-11 tahun)
  4. Format Oprasional (umur 11 tahun ke atas)

Skema sensor adalah prilaku terbuka yang bersifat jasmaniah yang tersusun secara sistematis dalam diri bayi/anak yang merespon lingkungan. Sedangkan skema kognitif adalah tatanan tingkah laku untuk memahami dan menyimpulkan lingkungan yang direspon.

Ada dua macam kecakapan kognitif siswa yang amat perlu dikembangkan segera, khususnya oleh guru, yakni :

  • Strategi belajar memahami isi materi pelajaran
  • Strategi meyakini arti penting isi materi pelajaran dan aplikasinya serta menyerap pesan-pesan moral yang terkandung dalam materi pelajaran.
  • Constructivism

Teori belajar Kontstruksi merupakan teori-teori yang menyatakan bahwa siswa itu sendiri yang harus secara pribadi menemukan dan menerapkan informasi kompleks, mengecek informasi baru dibandingkan dengan aturan lama dan memperbaiki aturan itu apabila tidak sesuai lagi. Teori ini berasal dari buah pikiran Jean Piaget dan Vigotsky dimana keduanya menekankan bahwa perubahan kognitif hanya terjadi jika konsepsi-konsepsi yang telah dipahami diolah melalui suatu proses ketidakseimbangan dalam upaya memakai informasi-informasi baru.

Hakikat dari teori konstruktivism adalah ide bahwa siswa harus menjadikan informasi itu miliknya sendiri. Teori ini memandang siswa secara terus menerus memeriksa informasi-informasi baru yang berlawanan dengan aturan-aturan lama dan memperbaiki aturan-aturan tersebut.

Salah satu prinsip paling penting adalah guru tidak dapat hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa, siswa harus membangun pengetahuan di dalam benaknya sendiri., guru hanya membantu proses ini dengan cara-cara mengajar yang membuat informasi menjadi sangat bermakna dan sangat relevan bagi siswa dengan memberikan kesimpulan kepada siswa untuk menerapkan sendiri ide-ide dan mengajak siswa agar siswa menyadari dan secara sadar menggali strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar.

  • Social Learning

Teori Belajar Sosial disebut Teori Observational Learning (Belajar Observasional dengan pengamatan ). Teori ini dipelopori oleh Albert Bandura. Ia memandang tingkah laku manusia bukan semata-mata refleks otomatis atas stimulus (S - R Bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan skema kognitip manusia itu sendiri.

Prinsip Dasar Social learning :

  1. Sebagian besar dari yang dipelajari manusia terjadi melalui: peniruan (imitation), penyajian contoh perilaku (modeling).
  2. Dalam hal ini, seorang siswa belajar mengubah perilaku sendiri melalui penyaksian cara orang/ sekelompok orang mereaksi /merespon sebuah stimulus tertentu.
  3. Siswa dapat mempelajari respons-respons baru dengan cara pengamatan terhadap perilaku contoh dari orang lain.
  4. Pendekatan teori belajar sosial terhadap proses perkembangan sosial dan moral siswa ditekankan pada perlunya conditioning (pembiasaan merespons) dan imitation (peniruan).

Pengenalan Metode Quantum Learning

Quantum Learning merupakan metoda pengajaran maupun pelatihan yang sudah lama diterapkan di dalam lembaga-lembaga kursus, ataupun dalam workshop (Seminar) penyajiannya yaitu dengan menggunakan metodologi berdasarkan teori-teori pendidikan seperti Accelerated Learning (Lozanov), Multiple Intelligences (Gardner), Neuro Linguistic Programming atau NLP (Grinder & Bandler), dsb, menjadi sebuah paket multisensori, multi kecerdasan dan kompatibel dengan cara bekerja otak yang mampu meningkatkan kemampuan dan kecepatan belajar.

Percepatan belajar (accelerated learning) dikembangkan untuk menyingkirkan hambatan yang menghalangi proses belajar alamiah dengan secara sengaja menggunakan musik, mewarnai lingkungan sekeliling, menyusun bahan pengajaran yang sesuai, cara efektif penyajian, modalitas belajar serta keterlibatan aktif dari peserta.

Konsep kunci dalam Quantum Learning dari berbagai teori dan strategi belajar yang digunakan antara lain :

  • Teori otak kanan / kiri
  • Pilihan modalitas (visual, auditorial dan kinestetik)
  • Teori kecerdasan ganda
  • Pendidikan holistic (menyeluruh)
  • Belajar berdasarkan pengalaman
  • Belajar dengan symbol (metaphoric learning)
  • Simulasi / permainan
  • Peta Pikiran (mind mapping)
(webmaster.restuagungonline.com)
Dari uraian ini bisa ditarik garis merah bahwa kecerdasan dapat terbentuk dari proses pembelajaran.

Prinsip-Prinsip Percepatan Belajar

Kehidupan masyarakat yang cenderung bersifat terbuka saat ini memberi kemungkinan munculnya berbagai pilihan bagi seseorang dalam menata dan merancang kehidupan masa depannya yang lebih baik. Keadaan ini juga memunculkan persaingan yang cukup tajam, dan sekaligus menjadi ajang seleksi alam yang kompetitif, sehingga diyakini hanya manusia dengan kualitas unggul sajalah yang akan mampu survive.

Sejalan dengan itu, dalam bidang pendidikan, paradigma belajar sepanjang hayat semakin mengemuka dan menjadi penting; diyakini tanpa belajar manusia akan tertinggal. Ketika dunia berubah sangat cepat, adalah penting untuk mengikuti laju perubahan dunia yang demikian. Hal ini berarti kecepatan perubahan laju dunia menuntut kemampuan belajar yang lebih cepat. Kompleksitas dunia yang terus meningkat juga menuntut kemampuan yang setara untuk menganalisis setiap situasi secara logis, sehingga mampu memecahkan masalah secara kreatif. Untuk menguasai perubahan yang berlangsung cepat dibutuhkan pula cara belajar cepat, dan kemampuan menyerap serta memahami informasi baru dengan cepat pula. Konsep belajar dan pembelajaran nampaknya harus pula berubah. Pada saat laju perubahan ibarat prahara yang selalu menantang, pengajaran dan cara belajar tradisional sulit dipertahankan. Orientasi pendidikan tidak lagi hanya tertuju pada upaya mengembang-kan kemampuan berpikir, tetapi lebih dari itu, juga mencetak manusia yang mampu berbuat dan selalu berusaha meningkatkan kualitas kehidupannnya.

Meskipun kesadaran tentang pentingnya perubahan dalam orientasi belajar ini sudah makin meluas, tetapi harus dipahami pula bahwa aktivitas belajar setiap individu, tidak selamanya dapat berlangsung sebagaimana mestinya. Kadang-kadang aktivitas itu dapat berjalan dengan lancar, dan kadang-kadang seret. Ketika belajar, seseorang ter-kadang juga mengalami situasi yang disebut “jenuh belajar”. Kejenuhan belajar dapat melanda siapapun yang kehilangan semangat dan motivasi belajar. Di sinilah peran penting seorang pendidik, khususnya dalam proses belajar mengajar di kelas. Tugas utama pendidik adalah menciptakan suasana pembelajaran yang kondusif bagi tumbuhnya partisi-pasi, komunikasi, interaksi belajar mengajar yang menyenangkan dan mencerdaskan.

Keberhasilan pendidikan formal banyak ditentukan oleh keberhasilan pelaksanaan kegiatan belajar-mengajar, yakni keterpaduan antara kegiatan pendidik (guru/dosen) dengan kegiatan peserta didik. Kegiatan belajar-mengajar tidak dapat terlepas dari keseluruhan sistem pendidikan. Untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas kegiatan pembelajaran ini banyak upaya yang dapat dilakukan guru (dosen), misalnya dengan meningkatkan pengetahuan dan pemahaman mereka tentang berbagai strategi (metode) pembelajaran, sehingga kegiatan belajar-mengajar lebih efektif dan efisien.

Kehadiran dosen (guru) dalam proses pembelajaran masih tetap memegang peranan penting. Peranan mereka belum dapat digantikan sepenuhnya oleh mesin, tape recorder atau oleh komputer yang paling canggih sekalipun. Masih terlalu banyak unsur-unsur manusiawi seperti sikap, sistem nilai, perasaan, motivasi, kebiasaan dan lain-lain, yang diharapkan merupakan hasil dari proses pembelajaran, tidak dapat dicapai melalui alat-alat tersebut. Di sinilah kelebihan unsur manusia dibandingkan hasil produk teknologi tersebut. Colin Rose menyatakan bahwa guru adalah anggota suatu masyarakat yang paling berharga. Nilai tertinggi diberikan pada guru yang lebih suka membimbing daripada menggurui anak didiknya, dan pada guru yang mampu merancang pengalaman-pengalaman yang mendorong pemikiran kreatif dengan berbagai masalah yang relevan untuk dipecahkan. Dalam belajar ada pembelajar yang cepat mencerna bahan, ada yang sedang, dan ada yang lamban. Ketiga tipe belajar ini menghendaki agar setiap guru mampu mengatur strategi pembelajaran yang sesuai dengan gaya dan kemampuan belajar mereka.

Saat ini muncul satu konsep belajar yang menawarkan cara belajar yang lebih cepat, yang dikenal dengan konsep “Accelerated Learning”. Teknik belajar baru ini diharapkan bisa membantu anak didik belajar lebih cepat dari sebelumnya. Teknik yang ditawarkan ini telah diuji dalam berbagai penelitian dan eksperimen pembelajaran oleh para ilmuwan dan pakar psikologi. Cara belajar dalam “Accelerated Learning“ merupakan sebuah tawaran baru yang sangat menarik untuk diteliti lebih lanjut, sebagai masukan terhadap perkembangan pendidikan di Indonesia dewasa ini dan untuk masa yang akan datang, khususnya bagi pendidikan Islam.

II. Prinsip-Prinsip Belajar Cepat

Percepatan belajar adalah sebuah konsep pembelajaran yang berupaya untuk

mengoptimalkan proses internal dalam diri peserta didik ketika sedang belajar, sehingga terjadi perolehan, pengorganisasian dan pengungkapan pengetahuan baru. Upaya percepatan belajar yang dikenal dengan konsep Accelerated Learning dalam penerapannya didasarkan pada prinsip-prinsip berikut.

1. Belajar Bagaimana Belajar (Learning How to Learn) dan Belajar Bagaimana Berpikir (Learning How to Think). Lembaga pendidikan modern adalah suatu lembaga yang seharusnya terus menerus belajar, terus menerus berubah karena hasil belajar dari pengalaman atau dari pemikiran-pemikiran inovatif dalam mengantisipasi perubahan yang datang. Prioritas utama bagi sebuah lembaga pendidikan pada masa yang berubah sangat cepat seperti sekarang ini adalah mengajarkan kepada anak didik bagaimana cara belajar dan bagaimana cara berpikir. Belajar Bagaimana Belajar menjadi begitu penting, karena ketika seseorang mempelajari cara belajar, kepercayaan dan keyakinan dirinya akan meningkat. Ketika seseorang mempelajari cara belajar, maka orang tersebut tidak hanya bisa menghadapi teknologi baru dan perubahan, akan tetapi juga dapat menyambut baik kedatangannya. Belajar Bagaimana Belajar berarti mempelajari cara otak bekerja, cara memori bekerja, cara menyimpan informasi, mengambilnya, menghubungkannya dengan konsep lain, dan mencari pengetahuan baru dengan cepat kapanpun memerlukannya. Selain itu, belajar bagaimana berpikir secara logis dan kreatif adalah satu hal yang sangat penting jika ingin dapat memecahkan masalah sosial dan personal secara efektif. Dalam ajaran Islam, terdapat banyak ayat-ayat Al-Qur’an atau sabda-sabda Nabi saw yang secara implisit mengandung motivasi yang mendorong manusia untuk berpikir dan menyelidiki alam kehidupannya sendiri dan lingkungan alam sekitarnya. Misalnya, firman Allah Surat Ali ‘Imran 190 – 191 :

إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآيَاتٍ لِأُولِي الْأَلْبَابِ (190) الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ (191)
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka”.

2. Belajar harus menyenangkan dan membangun rasa percaya diri. Menjadikan proses belajar menjadi sesuatu yang menyenangkan adalah sangat penting. Karena belajar yang menyenangkan merupakan kunci utama bagi individu untuk memaksimalkan hasil yang akan diperoleh dalam proses belajar. Dalam bukunya Quantum Learning, Bobbi De Porter dan Mike Hernacki mengangkat hal tersebut sebagai falsafah dasar yang harus dikembangkan dalam kurikulum. Agar bisa efektif, belajar dapat dan harus menyenangkan. Belajar adalah kegiatan seumur hidup yang dapat dilakukan dengan menyenangkan dan berhasil. Senada dengan falsafah yang diangkat oleh Bobbi DePorter dan Mike Hernacki dalam Quantum Learning, maka dalam khasanah pendidikan Islam juga ditemukan pemikiran yang serupa. Prof. Dr. Omar Mohammad Al-Toumy Al-Syaibany, misalnya, memandang sangat penting membuat proses pendidikan menjadi suatu proses pendidikan yang menggembirakan dan menciptakan kesan baik pada diri pelajar. Tidak jauh berbeda dengan falsafah yang diangkat dalam Quantum Learning serta pendapat Syaibany tersebut, maka Colin Rose dan Malcolm J. Nicholl juga mengangkat hal ini sebagai salah satu filosofi Accelerated Learning. Syarat bagi pembelajaran yang efektif adalah dengan menghadirkan lingkungan “seperti masa kanak-kanak”, yang mendukung dan menggembirakan (“bermain”). Pandangan ini dipromosikan oleh seorang ahli psikologi terkenal, Mihaly C., yang selama lebih dari 20 tahun mengkaji apa yang disebut “aliran”, yaitu keadaan konsentrasi yang menghantarkan pada pengalaman yang optimal, suatu kesadaran yang demikian terfokus, sehingga pelakunya terserap penuh dalam suatu kegiatan. Ini terjadi ketika seseorang menikmati perasaan yang sangat nyaman tanpa keterpaksaan dan menjalankan kegiatan dengan puncak kemampuannya. Apabila proses belajar mengembirakan, maka motivasi akan tinggi. Itulah sebabnya mengapa peran lingkungan sangat penting dan mengapa para guru harus memperlihatkan antusiasme mereka kepada anak didik.

Untuk mencapai tujuan belajar dengan mudah, maka lingkungan kelas harus ditata sedemikian rupa menjadi lingkungan yang kondusif, yang dapat mempengaruhi siswa secara positif dalam belajar. Lingkungan belajar yang kondusif dapat menumbuhkan motivasi anak dalam belajar, penyajian bahan pelajaran dapat disuguhkan dengan penuh makna serta memberi kesan tersendiri kepada siswa.

3. Pengetahuan harus disampaikan dengan pendekatan multi-sensori dan multi-model dengan menggunakan berbagai bentuk kecerdasan. Dalam proses belajar mengajar di kelas, guru berhadapan dengan siswa yang berbeda-beda jenis kecerdasannya. Ada sebagian siswa yang membutuhkan penggambaran visual dan fisik dari konsep-konsep yang diajarkan. Sebagian lagi lebih suka kerja otak yang abstrak, sebagian lainnya memerlukan gagasan-gagasan yang diungkapkan secara verbal. Selain itu, ada pula yang lebih suka jika diberi jawaban-jawaban secara langsung. Dengan demikian, guru harus siap melibatkan berbagai berbagai jenis kecerdasan yang dibawa oleh siswa ke dalam kelas. Colin Rose dan Malcolm J. Nicholl membagi gaya belajar menjadi tiga, yaitu visual, auditori, dan kinestetik. Cara yang efektif dalam belajar yaitu menggunakan sebanyak mungkin kecerdasan secara praktis. Dengan cara inilah seseorang akan mengalami dan menghayati apa yang tengah dipelajari secara utuh. Guru tidak perlu khawatir untuk mengidentifikasi gaya belajar yang disukai setiap siswa. Namun demikian, guru harus mampu merancang berbagai macam aktivitas yang mengga-bungkan sebanyak mungkin jenis kecerdasan. Dengan memasukkan kecerdasan berganda ke dalam isi dan rancangan pembelajaran, maka guru telah membantu siswa secara otomatis mendapatkan lebih banyak makna dan rangsangan otak dalam proses belajarnya, sekaligus memberinya lebih banyak variasi dan kesenangan, serta mengembangkan dan memperkuat kecerdasan mereka.

4. Orang tua khususnya dan masyarakat umumnya harus terlibat sepenuhnya dalam pendidikan anak-anak. Pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat, dan pemerintah. Sekolah hanyalah membantu kelanjutan pendidikan dalam keluarga, sebab pendidikan yang pertama dan utama diperoleh anak dalam keluarga. Peralihan bentuk pendidikan jalur luar sekolah ke jalur pendidikan sekolah (formal) memerlukan kerja sama antara orang tua dan sekolah (pendidik). Menurut Abdullah Nasih Ulwan harus ada kerjasama antara rumah, masjid dan sekolah untuk membentuk kepribadian anak yang meliputi aspek ruhani, jasmani, akal, dan jiwanya, sehingga menjadi lebih matang. Kerjasama ini tidak akan berjalan dengan sempurna kecuali dengan adanya dua syarat pokok, yaitu: (1) pengarahan di rumah dan di sekolah hendaknya tidak bertentangan; (2) hendaknya saling membantu dan kerjasama itu bertujuan untuk menegakkan penyempurnaan dan keseimbangan dalam upaya membina pribadi yang Islami.

Colin Rose dan Malcolm J. Nichollpun juga berpendapat tentang pentingnya peranan orangtua dan masyarakat dalam pendidikan anak-anak. Orang tua harus dilibatkan secara penuh dalam pendidikan anak-anak. Orang tua adalah orang yang paling mengetahui anak-anaknya. Merekalah orang yang paling tahu riwayat hidup seorang anak dan cara khasnya mendekati dunia sekitarnya. Setiap orang tua harus membuat para guru sadar akan bakat “terpendam” yang dimiliki anak-anak mereka. Oleh karena itu rumah menjadi lembaga pendidikan terpenting dan orang tualah yang berperan sebagai pendidik pertama dan utama.

5. Sekolah harus menjadi ajang persiapan yang sebenarnya bagi kehidupan dunia nyata. Dilihat dari segi fungsi sosialnya, maka sekolah mempunyai beberapa fungsi yang harus diperankannya. Fungsi sekolah tersebut antara lain:

a. Mempersiapkan anak untuk suatu pekerjaan

b. Memberikan keterampilan dasar

c. Membuka kesempatan memperbaiki nasib

d. Sekolah menyediakan tenaga pembangunan.

Sedikit berbeda dengan fungsi sekolah menurut Nasution, dalam Accelerated Learning sekolah memegang peranan penting untuk mempersiapkan peserta didiknya dalam menghadapi kehidupan yang akan dijalani. Masa-masa sekolah harus mempersiapkan para siswa untuk tantangan-tantangan yang pasti akan mereka hadapi ketika keluar dari sekolah. Hal ini juga dijelaskan oleh Renate Nummela Caine dan Geoffrey Caine dalam bukunya, ‘Making Connections: Teaching and the Human Brain’ sebagaimana dikutip oleh Gordon Dryden dan Jeannette Vos bahwa salah satu fungsi sekolah adalah menyiapkan siswa untuk menghadapi dunia nyata. Mereka perlu disadarkan tentang harapan yang mereka pikul, tantangan yang mereka hadapi, dan kemampuan yang perlu mereka kuasai.

6. Gunakan Prinsip-prinsip Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Management). Prinsip-prinsip manajemen mutu terpadu dalam bidang bisnis harus mengilhami dunia persekolahan. Ada beberapa prinsip kunci dari TQM yang dapat membantu menuju sistem sekolah yang sukses.

a. Mengkonsentrasikan pada proses. Manajemen Mutu Terpadu bertujuan untuk secara berkesinambungan meningkatkan kualitas produk (dalam hal ini hasil pendidikan) dengan melibatkan setiap orang dalam meningkatkan proses yang dengannya “produk” itu diproduksi. Guru, administrator, orangtua dan siswa harus memberikan masukan dan saran pada apa yang diajarkan dan secara langsung dilibatkan dalam bagaimana ia dipelajari. Ketika para siswa mampu menganalisis cara belajarnya sendiri (proses), maka mereka dapat bekerja sama dalam menghasilkan output pendidikan yang bermutu. Dan ketika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengevaluasi dan meningkatkan setiap proses belajarnya sendiri di kelas, maka sesungguhnya mereka sedang menciptakan basis bagi pendidikan yang bekualitas.

b. Kualitas ditentukan oleh pelanggan. Pelanggan di sini adalah siswa dan orangtua. Pendidikan yang bekualitas akan mendorong minat siswa dan membuatnya keranjingan belajar. Ketika siswa merasakan nikmat dan senangnya belajar, maka motivasi ekstrinsik seperti nilai, hadiah dan ancaman menjadi lemah dibanding motivasi intrinsik, yakni selalu ingin meningkatkan prestasinya dari sebelumnya.

c. Produk akan dihasilkan oleh visi awal. Siswa perlu dilibatkan dalam menetapkan norma dan aturan di dalam kelas, dan orangtua juga harus dilibatkan dalam menetapkan visi yang jelas tentang untuk apa pendidikan itu, karena dengan adanya kesepakatan tentang nilai dan visi bersama, maka setiap pihak akan mengetahui apa yang seharusnya dikerjakan tanpa harus diberi tahu.

d. Seluruh sistem harus berubah, bukan hanya sebagian. Orang-orang yang bekerja dalam sebuah sistem tidak dapat berbuat lebih baik dari yang dimungkinkan sistem tersebut. Untuk memperoleh hasil yang diinginkan, maka haruslah mengubah sistemnya. Agar guru dapat memperoleh hasil yang diinginkan dalam menerapkan gagasan-gagasan dalam Accelerated Learning maka semua guru, pengelola sekolah, orangtua dan siswa harus bekerja sama untuk mencapai hasil yang disepakati.

III. Konsep Cara Belajar Cepat

Konsep cara belajar cepat diawali oleh pandangan Colin Rose dan Nicholl tentang adanya beberapa hal yang menjadi karakteristik tahun-tahun terakhir yang penuh pancaroba dari millenium II yang baru lalu. Hal tersebut merupakan tantangan yang harus dijawab oleh setiap orangtua, pendidik, pelaku bisnis dan pemerintahan. Keberhasilan pada abad mendatang akan bergantung pada sejauhmana seseorang dapat mengembangkan keterampilan-keterampilan yang tepat untuk menguasai kecepatan, kompleksitas, dan ketidakpastian yang saling berhubungan satu sama lain. Perubahan dunia yang begitu cepat menuntut kemampuan belajar yang lebih cepat. Kompleksitas dunia yang terus meningkat menuntut kemampuan yang sesuai untuk menganalisis setiap situasi secara logis dan memecahkan masalah secara kreatif. Prioritas utama bagi lembaga pendidikan adalah mengajarkan kepada anak-anak bagaimana cara belajar dan bagaimana cara berpikir. Hanya dengan dua ketrampilan super inilah seseorang dapat mengatasi perubahan dan kompleksitas serta menjadi manusia yang secara ekonomi tidak bergantung dan tidak akan menganggur pada abad ini. Kedua keterampilan tersebut akan menghasilkan kemandirian dan kepercayaan diri. Kemandirian merupakan kemampuan untuk mengelola cara belajar sejak dini, untuk menguasai informasi, dan untuk mengetahui bagaimana menggunakan informasi tersebut guna menghasilkan produk-produk dan jawaban-jawaban kreatif terhadap berbagai masalah.

Semua hal tersebut berimplikasi pada kebutuhan mendesak akan keharusan melakukan suatu perubahan, baik dalam apa yang dipelajari dan bagaimana ia dipelajari. Belajar bagaimana belajar menjadi sangat penting karena ketika seseorang mempelajari cara belajar, maka kepercayaan dan keyakinan dirinya akan meningkat. Ketika seseorang mempelajari cara belajar maka akan memperoleh kemampuan dasar untuk menjadi pembelajar yang mampu mengatur diri, dan kemampuan dasar untuk meningkatkan pengembangan pribadi. Selain itu juga akan memiliki kekuatan untuk berubah dari konsumen pendidikan yang pasif menjadi pengelola pembelajaran dan kehidupan yang aktif bagi diri sendiri.

Menurut Colin dan Malcolm, belajar bukan hanya untuk mengetahui jawaban-jawaban, juga bukan sekedar untuk mengetahui penggalan dari suatu batang tubuh pengetahuan. Belajar juga tidak hanya diukur dengan indeks prestasi dan nilai ujian saja. Akan tetapi belajar adalah petualangan seumur hidup, perjalanan eksplorasi tanpa akhir untuk menciptakan pemahaman personal. Petualangan tersebut haruslah melibatkan kemampuan untuk secara terus menerus menganalisis dan meningkat cara belajar, serta kemampuan menyadari proses belajar dan berpikir diri sendiri. Belajar haruslah dimulai sedini mungkin dan terus berlangsung seumur hidupnya, serta mengimplementasikan apa yang dipelajari.

Seseorang akan menemukan bahwa belajar itu mudah dan menyenangkan ketika orang tersebut mampu menggunakan bentuk-bentuk kecerdasannya yang paling kuat. Hal tersebut disebabkan karena sebagian orang mungkin kurang mampu dalam suatu jenis kecerdasan. Akan tetapi karena gabungan dan paduan khusus keterampilan yang dimilikinya, dia mungkin mampu mengisi dengan baik beberapa kekurangannya secara baik.Tapi umumnya semakin baik seseorang mengembangkan kecerdasannya yang lain, maka akan semakin luwes orang tersebut memenuhi tantangan dalam kehidupan yang luas aspeknya.

Metode belajar dalam Accelerated Learning mengakui bahwa masing-masing individu memiliki cara belajar pribadi pilihan yang sesuai dengan karakter dirinya. Oleh karena itu, ketika seseorang belajar dengan menggunakan teknik-teknik yang sesuai dengan gaya belajar pribadinya, maka berarti ia telah belajar dengan cara yang paling alamiah bagi diri sendiri. Sebab, yang alamiah menjadi lebih mudah, dan yang lebih mudah menjadi lebih cepat, itulah alasan Colin Rose dan Malcolm J. Nicholl menyebutnya cara belajar cepat. Ketika para guru menggunakan cetak biru enam langkah yang sama, maka mereka akan menjamin bahwa pengalaman belajar adalah lengkap. Dan ketika para guru bekerja dalam urutan langkah-langkah tersebut, maka mereka akan merasakan bahwa itu menyenangkan, efektif, dan cepat.

Kecerdasan hanyalah sehimpunan kemampuan dan ketrampilan. Seseorang dapat mengembangkan dan meningkatkan kecerdasannya dengan belajar menggunakan kemampuannya sendiri secara penuh. Strategi Cara Belajar Cepat akan memberikan “sarana usaha” untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan ini. Dan berikut ini penulis akan memaparkan lebih jauh beberapa strategi cara belajar cepat.

IV. Strategi Cara Belajar Cepat

Strategi cara belajar cepat dalam Accelerated Learning merupakan paduan dari metode-metode yang dibagi menjadi enam langkah dasar yang dapat dingat dengan mudah dengan menggunakan singkatan M – A – S – T – E – R. Kata ini diciptakan oleh pelatih terkemuka Cara Belajar Cepat (CBC) Jayne Nicholl. Adapun pengertian dari M-A-S-T-E-R menurut Colin Rose dan Malcolm J. Nicholl adalah sebagai berikut:

1. M adalah Motivating Your Mind (Memotivasi Pikiran)

Dalam memotivasi pikiran maka seseorang harus berada dalam keadaan pikiran yang “kaya akal”, Itu berarti harus dalam keadaan relaks, percaya diri dan termotivasi. Jika mengalami stress atau kurang percaya diri atau tidak dapat melihat manfaat dari sesuatu yang dipelajari, maka ia tidak akan bisa belajar dengan baik. Memiliki sikap yang benar terhadap belajar tentang sesuatu adalah prasyarat mutlak. Seseorang harus mempunyai keinginan untuk memperoleh keterampilan atau pengetahuan baru, harus percaya bahwa dirinya betul-betul mampu belajar, dan bahwa informasi yang didapatkan akan mempunyai dampak yang bermakna bagi kehidupannya. Jika belajar hanya dianggap sebagai tugas belaka, maka besar kemungkinannya akan mengalami kegagalan. Maka dari itu, sebagai langkah penting pertama untuk memulai proses belajar, harus dapat menemukan AGB (Apa Gunanya Bagiku). Menanyai diri sendiri, memperdebatkan informasi yang ada, menanyai diri sendiri dengan pertanyan seperti “Apakah ini benar? Apakah ini dapat dimengerti?” adalah bagian-bagian yang esensial dari proses belajar, karena pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat menjaga fokus perhatian.

2. A adalah Aquiring The Information (Memperoleh Informasi)

Dalam belajar seseorang perlu mengambil, memperoleh dan menyerap fakta-fakta dasar subyek palajarran yang dipelajari melalui cara yang paling sesuai dengan pembelajaran inderawi yang disukai. Walaupun ada sejumlah strategi belajar yang harus diimplementasikan oleh setiap orang. Tetapi juga ada perbedaan pokok sejauh mana seseorang perlu melihat, mendengar, atau melibatkan diri secara fisik dalam proses belajar. Dengan mengidentifikasi kekuatan visual, auditori dan kinestetik, maka seseorang askan dapat memainkan berbagai strategi yang menjadikan pemerolehan informasi lebih mudah daripada sebelumnya.

Ada beberapa strategi yang ditawarkan Colin dan Malcolm dalam memperoleh informasi agar lebih mudah :

a. Dapatkan gambaran yang lebih menyeluruh tentang suatu obyek yang dimaksudkan. Otak atau pikiran mampu merasakan keseluruhan dan sebagian dari suatu hal secara bersamaan. Otak secara aktif sibuk dalam “pembuatan makna”, yaitu mengaitkan informasi baru dengan pengetahuan sebelumnya, sementara secara bersamaan memisahkan informasi ke dalam tempatnya masing-masing. Misalnya dalam membaca sebuah buku, cobalah membuka sekilas-sekilas seluruh halamannya. Catatlah (dalam hati) tajuk-tajuk bab, sub-sub tajuk bab, dan ilustrasi. Berhentilah sejenak, kemudian baca cepat suatu bagian yang benar-benar menarik perhatian. Inilah cara efektif umtuk mulai belajar.

b. Kembangkan gagasan inti

Setiap subyek pasti memiliki gagasan inti atau gagasan pokok. Dengan memahami gagasan inti, segala sesuatunya yang lain akan mudah dimengerti. Sekali bisa memahami gagasan pokoknya, seluruh subyeknya akan menjadi menarik.

c. Buat sketsa dari apa yang telah diketahui

Dalam memulai proses belajar perlu membuat beberapa catatan tentang apa yang telah diketahui yang berkaitan dengan apa yang akan dipelajari.

Pertama-tama adalah mencatat apa yang telah diketahui. Barulah kemudian mencatat apa saja yang dibutuhkan untuk menemukan lebih banyak informasi yang terkait dengannya. Ini akan mendorong untuk mulai merumuskan pertanyaan-pertanyaan dalam pikiran, kemudian mulai mencari jawaban-jawabannya dan akhirnya akan melibatkan sepenuhnya seseorang dalam proses belajarnya.

d. Bagi materi menjadi bagian-bagian kecil

Banyak pelajar yang gagal sebelum memulai belajar karena merasa apa yang sedang dilakukan sangar membebani. Untuk mengatasi hal ini adalah dengan memecah-mecah apa yang sedang dipelajari ke dalam bagian-bagian kecil. Dengan mendapatkan informasi bagian per bagian akan memperoleh sukses kecil yang berkesinambungan tanpa tekanan mental.

e. Bertanyalah terus

Dengan mempertanyakan terus apa yang belum diketahui akan membuat pikiran tetap fokus, dengan mencari dan menemukan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang disusun akan menjaga ketertarikan terhadap subyek yang dipelajari.

f. Kenali gaya belajar sendiri

Walaupun masing-masing peneliti menggunakan istilah yang berbeda dan menemukan berbagai cara untuk mengatasi gaya belajar seseorang, telah disepakati secara umum adanya dua kategori utama tentang bagaimana kita belajar. Pertama, bagaimana kita menyerap informasi dengan mudah dan kedua, cara kita mengatur dan mengolah informasi tersebut. Gaya belajar seseorang adalah kombinasi dari bagaimana ia menyerap, dan kemudian mengatur serta mengolah informasi.

Jika seseorang akrab dengan gaya belajarnya sendiri, maka dapat mengambil langkah-langkah penting untuk membantu agar belajar lebih cepat dan lebih mudah. Pada awal pengalaman belajar, salah satu di antara langkah-langkah pertama adalah mengenali modalitas seseorang sebagai modalitas visual, auditorial, atau kinestetik. Seperti yang telah diusulkan istilah-istilah ini, orang visual belajar dari apa yang mereka lihat, pelajar auditorial belajar melalui apa yang mereka dengar, dan pelajar kinestetik belajar lewat gerak dan sentuhan. Walaupun masing-masing dari kita belajar dengan menggunakan ketiga modalitas ini pada tahapan tertentu, kebanyakan orang lebih cenderung pada salah satu di antara ketiganya.

Mengidentifikasi dan memahami belajar sendiri dan gaya-gaya belajar orang lain, akan membuka pintu untuk meningkatkan kinerja dan prestasi serta memperkaya pengalaman dalam setiap aspek kehidupan. Seseorang akan mampu menyerap informasi lebih cepat dan mudah, dapat mengidentifikasi dan mengapresiasi cara yang paling disukai untuk menerima informasi, dapat berkomunikasi jauh lebih efektif dengan orang lain dan memperkuat pergaulan dengan orang lain.

3. S adalah Searching Out the Meaning (Menyelidiki Makna)

Mengubah fakta ke dalam makna adalah unsur pokok dalam proses belajar. Menanamkan informasi pada memori mengharuskan seseorang untuk menyelidiki makna seutuhnya secara seksama dengan mengeksplorasi bahan subyek yang bersangkutan. Mengubah fakta menjadi makna adalah arena di mana ke delapan kecerdasan berperan aktif. Setiap jenis kecerdasan adalah sumber daya yang bisa diterapkan ketika mengeskplorasi dan menginterpretasi fakta-fakta dari materi pelajaran. Teori Delapan Kecerdasan dikemukakan oleh Gardner, yang secara garis besarnya adalah sebagai berikut :

1) Kecerdasan Linguistik (bahasa), yaitu kemampuan membaca, menulis, dan berkomunikasi dengann kata-kata atau bahasa.

2) Kecerdasan Logis-Matematis, adalah kemampuan berpikir (menalar) dan menghitung, berpikir logis dan sistematis.

3) Kecerdasan Visual-Spasial, adalah kemampuan berpikir menggunakan gambar, membayangkan berbagai hal pada mata pikiran.

4) Kecerdasan Musikal, adalah kemampuan mengubah atau menciptakan musik, dapat bernyanyi dengan baik, atau memahami dan mengapresiasi musik.

5) Kecerdasan Kinestetik–Tubuh, adalah kemampuan menggunakan tubuh secara terampil dalam memecahkan masalah, menciptakan produk atau mengemuka-kan gagasan dan emosi.

6) Kecerdasan Interpersonal (sosial), adalah kemampuan bekerja secara efektif dengan orang lain, berhubungan dengan orang lain dan memperlihatkan empati dan pengertian, memperhatikan motivasi dan tujuan mereka.

7) Kecerdasan Intrapersonal, yaitu kemampuan manganalisis diri sendiri, mampu merenung dan menilai prestasi diri, serta mampu membuat rencana dan menyusun tujuan yang hendak dicapai.

8) Kecerdasan Naturalis, yaitu kemampuan mengenal flora dan fauna, melakukan pemilahan-pemilahan runtut dalam dunia kealaman, dan menggunakan kemampuan ini secara produktif.

Dengan menggunakan semua jenis kecerdasan tersebut akan mendorong seseorang berpikir dalam cara baru, mampu menghidupkan informasi, menjadikannya mudah diingat, memungkinkan seseorang menginterpretasikan fakta, mengubahnya dari pengetahuan permukaan menjadi pemahaman mendalam, mengaitkan yang baru dengan yang sudah diketahui, membandingkan, menarik kesimpulan, dan menjadikan semua dapat digunakan dan bermakna bagi diri sendiri.

4. T adalah Triggering the Memory (Memicu Memori)

Memori menjadi bersifat menetap atau semestara, sangat tergantung pada bagaimana kekuatan informasi “didaftarkan” untuk pertama kalinya pada otak. Itulah sebabnya mengapa sangat penting untuk belajar dengan cara melibatkan indra pendengaran, penglihatan, berbicara dan bekerja, serta yang melibatkan emosi-emosi positif. Semua faktor tersebut membuat memori menjadi kuat.

Di samping setiap orang memiliki berbagai tipe kecerdasan yang berbeda, mereka juga memiliki daya ingat (kemampuan mengingat) yang berbeda pula. Sebagian orang sangat baik dalam mengingat nama, wajah, atau angka, namun tidak ketiga-tiganya sekaligus. Akan tetapi sebenarnya setiap jenis memori dapat ditingkatkan dengan menggunakan metode pelatihan yang benar. Dan berikut ini adalah beberapa metode untuk mengingat informasi yang sederhana maupun yang kompleks agar dapat tersimpan dalam memori:

a. Memutuskan untuk mengingat

Seseorang ingat sesuatu yang ingin dingatnya. Kata-kata kuncinya di sini adalah ingin. Seseorang harus membuat keputusan secara sadar bahwa ingin mengingat sesuatu. Jika seseorang ingin belajar sesuatu, harus memilihnya secara sadar. Harus menentukan pilihan (keputusan) untuk mengingat atau tidak mengingat. Beberapa ahli mengatakan bahwa untuk memasukkan informasi kedalam memori jangka panjang, harus memusatkan pikiran padanya selama paling tidak delapan detik.

b. Ambillah jeda, dan sering-seringlah

Dalam mengikuti suatu sesi kerja yang lama perlu mengambil jeda atau rehat setidaknya setiap 30 menit, dan hanya butuh waktu 2 hingga 5 menit, tetapi akan menjadi istirahat yang lengkap dari apa yang tengah dipelajari. Hal ini karena seseorang akan mengingat dengan sangat baik informasi yang didengar atau dilihat pada awal dan akhir suatu sesi belajar, maka dari itu dengan mengambil beberapa kali jeda, akan mengingat lebih banyak informasi yang diberikan di tengah-tengah.

c. “Ulangi” selama dan sesudah belajar

Pengulangan dan peninjauan kembali materi yang dipelajari merupakan tahap-tahap sangat penting dalam menciptakan memori jangka panjang. Penelitian menunjukkan bahwa seseorang akan mengingat suatu informasi lebih lama setiap kali mengulanginya. Jika ingin mengingat sesuatu yang baru, ulangilah hal itu segera, dan ulangi lagi setelah 24 jam, lalu setelah satu minggu, setelah dua minggu, satu bulan dan enam bulan. Setelah itu sesorang akan mampu mengingatnya terus jika mengulanginya setiap enam bulan.

d. Ciptakan Memori Multi-Sensori

Setiap manusia memiliki memori terpisah atas apa yang dilihat, didengar, diucapkan, dan dikerjakan. Karena itu, pengalaman multi-sensori akan memperluas dan memperdalam potensi seseorang dalam mengingat. Maka, pastikan bahwa ada pengalaman-pengalaman visual (lihat/pandang), auditori (dengar), dan kinestetik (gerak-laku).

e. Ciptakan Akronim (Singkatan)

Akronim (singkatan) adalah kata yang dibentuk dari huruf atau huruf-huruf awal, atau masing-masing bagian dari sekelompok kata, atau istilah gabungan. Membuat berbagai akronim akan membuat lebih banyak memori menjadi menetap.

f. Kilatan Memori

Cara mengingat dengan teknik kilatan memori sangat efektif dan sederhana. Pada kenyatannya ketika cara itu digunakan di kelas, kebanyakan siswa memilihnya sebagai satu strategi yang paling baik untuk mengingat. Berikut ini cara yang dimaksud :

1) Buat catatan dalam bentuk peta konsep atau daftar ringkas

2) Pelajari dengan seksama selama satu atau dua menit

3) Kesampingkan catatan itu, lalu buat lagi peta konsep berdasarkan ingatan.

4) Kini bandingkan kedua peta konsep, akan segera terlihat ada yang terlewat.

5) Sekarang buatlah peta konsep yang ketiga, kemudian bandingkan dengan yang pertama. Suatu gagasan yang bahkan lebih baik adalah mengikat bersama kekuatan kilatan memori dengan sebuah akronim.

g. Kartu Belajar

Beberapa subyek cukup ideal bagi kartu-kartu belajar, misalnya rumus-rumus ilmiah atau kata-kata asing. Gunakan kartu-kartu itu pada waktu santai untuk mengulang dan menguji diri sendiri.

h. Belajar Secara Menyeluruh

Dalam mempalajari bahan yang banyak jangan melakukannya baris demi baris, pelajarilah secara menyeluruh sebagai satu kesatuan. Metode ini lebih efektif daripada metode “dari bagian ke keseluruhan” karena metode ini dimulai dari gambaran besar, pola yang menyeluruh, dan itu bersifat multi sensori.

i. Ubahlah Ke Dalam Bentuk Cerita

Seseorang bisa menambahkan dimensi lain dengan membuat sebuah cerita untuk membantu mengingat butir-butir kunci.

j. Iringi Dengan Musik

Dalam dunia pendidikan, pengaruh musik terhadap peningkatan kemampuan akademik sudah cukup lama diyakini, selain dapat berpengaruh positif terhadap kualitas kehidupan anak-anak, juga dapat merangsang keberhasilan akademik jangka panjang. Musik sebagai bentuk seni, diintegrasikan penyajiannya dalam bidang studi lain di sekolah dapat meningkatkan hasil belajar bidang studi itu selain hasil belajar musik sendiri. Musik dan ritme membuat seseorang lebih mudah mengingat. Hal ini disebabkan karena musik sebenarnya berhubungan dan mempengaruhi kondisi fisiologis seseorang. Selama melakukan pekerjaan mental yang berat, tekanan darah dan denyut jantung cenderung meningkat. Gelombang otak meningkat, dan otot-otot menjadi tegang. Selama relaksasi dan meditasi, denyut jantung dan tekanan darah menurun, dan otot-otot mengendur. Biasanya akan sulit berkonsentrasi ketika benar-benar relaks, dan sulit untuk relaks ketika berkonsentrasi penuh. Jadi relaksasi yang diiringi dengan musik membuat pikiran selalu siap dan mampu berkonsentrasi.

5. E adalah Exhibiting What You Know (Memamerkan Apa Yang Anda Ketahui)

Untuk mengetahui bahwa seseorang telah paham dengan apa yang dipelajarinya bisa dilakukan dengan beberapa teknik. Pertama, dengan menguji diri sendiri. Buktikan bahwa dia memang betul-betul telah mengetahui suatu subyek dengan pengetahuan yang mendalam, bukan hanya luarnya saja. Menguji diri harus menjadi penjabaran otomatis dan langsung atas kemampuan yang dimiliki. Ketika seseorang menjadikan uji diri sebagai bagian otomatis dari teknik belajar maka seseorang akan menjadi “lebih mampu melihat fakta” atas kesalahan yang mungkin dilakukan. Seseorang akan mulai mengerti bahwa kesalahan mempunyai peran cukup berarti dalam belajar. Kesalahan adalah umpan balik yang bermanfaat, kesalahan adalah batu loncatan, bukan penghalang. Yang harus dipikirkan adalah bukan seberapa banyak kesalahan yang dibuat, tetapi apa jenis kesalahan yang dilakukan. Kesalahan hanyalah terminal-terminal sementara di jalan menuju sukses. Evaluasi dari teman sebaya dan guru merupakan bagian penting dalam mencapai puncak pembelajaran, tetapi yang paling penting adalah evaluasi mandiri. Evaluasi mandiri merupakan metode berpikir yang tinggi, karena membutuhkan kemampuan refleksi, analisis, sintesis, dan menilai. Kedua, mempraktikkan apa yang dipelajari kepada teman atau sahabat. Jika seseorang bisa mengajarkan apa yang diketahuinya kepada orang lain, maka hal ini menunjukkan bahwa dia telah paham, dan pengetahuan itu tidak hanya diketahuinya, tapi juga dimilikinya. Ketiga, menggunakan apa yang telah dipelajari secara bebas dan berjarak dari lingkungan belajar. Karena itulah mengapa langkah “pamerkan apa yang diketahui” sangat penting. Menggunakan apa yang telah dipelajari dalam cara yang berbeda, meningkatkan, serta mengembangkannya adalah penguasaan yang sebenarnya. Keempat, mencari dukungan dari orang lain, baik itu orang tua, atau teman belajar. Melalui cara ini akan didapatkan umpan balik langsung tentang ketepatan dan keefektifan cara belajar yang digunakan serta cara menpresentasikannya. Selain itu juga akan mendapat sudut pandang yang berbeda atas subyek yang dipelajari.

6. R adalah Reflecting How You’ve Learned (Merefleksikan Bagaimana Anda Belajar)

Seseorang perlu merefleksikan pengalaman belajarnya, bukan hanya pada apa yang telah dipelajari, tetapi juga pada bagaimana mempelajarinya. Dalam langkah ini seseorang meneliti dan menguji cara belajarnya sendiri. Kemudian menyimpulkan teknik-teknik dan ide-ide yang terbaik untuk diri sendiri. Secara bertahap, seseorang akan dapat mengembangkan suatu pendekatan cara belajar yang paling sesuai dengan kemampuan dirinya. Langkah terakhir dalam rencana belajar ini adalah berhenti, kemudian merenungkan dan menanyakan pertanyaan ini pada diri sendiri: Bagaimana pembelajaran berlangsung? Bagaimana pembelajaran dapat berjalan lebih baik? Dan apa makna pentingnya bagi saya?

Mengkaji dan merenungkan kembali pengalaman belajar dapat membantu mengubah karang penghalang yang keras menjadi batu pijakan untuk melompat ke depan. Sekali bisa mempelajari kombinasi personal kecerdasan dan cara belajar yang disukai, maka potensi belajar akan terbuka lebar-lebar. Pemantuan diri, evaluasi diri dan introspeksi terus-menerus adalah karakteristik kunci yang harus dimiliki pembelajar yang punya motivasi diri.

V. Penutup

Konsep belajar cepat adalah suatu pendekatan dalam dunia pendidikan modern yang menawarkan alternatif baru dalam proses pembelajaran. Diharapkan, proses belajar yang selama ini merupakan kegiatan yang membebani siswa (mahasiswa) dapat menjadi kegiatan yang menyenangkan dan efektif. Konsep ini adalah sebuah konsep belajar yang dilatarbelakangi oleh kecepatan perubahan dunia yang menuntut adanya upaya untuk mengantisipasi perubahan tersebut. Upaya itu adalah dengan terus menerus meningkatkan kemampuan belajar personal dan menguasai dua ketrampilan utama yang diyakini sebagai ketrampilan super pada dekade ini, yakni belajar bagaimana belajar dan belajar bagaimana berpikir. Untuk menguasai dua ketrampilan ini, metode belajar yang dikembangkan dalam accelerated learning lebih ditekankan pada kecenderungan masing-masing individu terhadap gaya belajar pribadinya. Dengan cara inilah seseorang akan dapat belajar dengan menggunakan cara yang paling alamiah, dan yang alamiah itu akan menjadikan proses belajar menjadi mudah, sedangkan belajar yang mudah akan menjadikan belajar menjadi lebih cepat.

Implikasi accelerated learning terhadap proses belajar mengajar di kelas meliputi tiga konsep dasar, yaitu konsep belajar mengajar, strategi pembelajaran, dan cara belajar siswa. Konsep belajar mengajar dalam accelerated learning menuntut adanya interaksi antara guru dan siswa secara aktif dalam proses belajar mengajar di kelas. Harus ada prakarsa dari guru terlebih dahulu untuk selanjutnya mendapat respon dari siswa. Jadi, antara konsep belajar dan konsep mengajar harus berjalan beriringan. Dalam strategi pembelajaran guru dituntut mampu merancang strategi-strategi yang dapat menjadikan proses belajar berjalan dengan efektif dan efisien. Dalam cara belajarnya, siswa diminta mengaplikasikan metode belajar 6 langkah M-A-S-T-E-R pada setiap kegiatan belajar mengajar.

DAFTAR PUSTAKA
Al-Syaibany, Omar Mohammad Al-Toumy, Falsafah Pendidikan Islam, terj. Hasan Langgulung, (Jakarta: Bulan Bintang 1979)

Departemen Agama RI., Al-Quran dan Terjemahnya, (Mekkah: Komplek Percetakan Al-Quran Al-Karim Raja Fahd, 1997), hal. 109 – 110.

De Porter, Bobbi, dkk, Quantum Teaching Mempraktikkan Quantum Learning Di Ruang-Ruang Kelas, (Bandung: Kaifa, 2000)

De Porter, Bobbi dan Hernacki, Hernacki, Quantum Learning Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan, (Bandung: Kaifa, 1999)

Djamarah, Syaiful Bahri, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta:Rineka Cipta, 1997)

Dryden, Gordon dan Vos, Jeannette, Revolusi Cara Belajar The Learning Revolution, terj. Word Translation Service, (Bandung: Kaifa, 2000)

Mas’ud, Abdurrachman, dkk., Paradigma Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001).

Meier, Dave, The Accelerated Learning Hand Book, (Bandung: Kaifa, 2002).

Nasution, S, Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar dan Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995)

Pekerti, Widia, Jaurnal Pendidikan dan Kebudayan, No. 002, tahun ke 5, Maret 2000

Rose, Colin dan J. Nicholl, Malcolm , Accelerated Learning For The 21 ST Century Cara Belajar Cepat Abad XXI, ( Bandung: Nuansa, 2002)

Rusyan, Tabrani, dkk, Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: Balai Pustaka,1998)

Sudjana, Nana, Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung:Sinar Baru Algensindo, 2000)

Tilaar, H. A. R, Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional Dalam Perspektif Abad 21, (Magelang: Indonesia Tera, 1999)

Ulwan, Abdullah Nasih, Pendidikan Anak Menurut Islam Kaidah-Kaidah Dasar, terj. Khalilullah Ahmas, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992)

Usman, Moh. Uzer, Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar Mrngajar, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1993).
Oleh : Drs. H. Hamruni, M.Si (supraptojielwongsolo.wordpress.com)

Prestasi Anak Lebih Rendah dari IQ nya, Inilah Alasannya!

Setiap orang tua pasti mengharapkan anaknya pintar, cerdas, dan mampu menyelesaikan tugas-tugas akademik sekolah dengan baik, sukur-sukur rangking satu. Harapan inilah yang menyebabkan orang tua berlomba-lomba memfasilitasi berbagai macam keperluan anak, termasuk les privat berbagai macam. Harapannya agar anak menjadi siswa seperti yang diharapkan. Meskipun sudah dileskan berbagai macam pelajaran, masih banyak anak yang berprestasi rendah padahal berdasarkan tes inteligensi (IQ) anak termasuk berIQ rata-rata bahkan superior (lebih besar dari 110 skala Weschler).

Berdasarkan hasil penelitian Yumil Achir (dalam Utami Munandar, 2004) sekitar 39 % siswa berbakat di Jakarta memperoleh nilai di bawah rata-rata. Bahkan dari hasil penelitian di Amerika Serikat diperkirakan antara 15 – 50 persen anak berbakat berprestasi kurang (underachiever). Pertanyaannya adalah “mengapa anak berprestasi di bawah kemampuannya?”

Banyak teori untuk menjelaskan kenapa anak berprestasi di bawah potensinya (uncerachiever). Menurut Utami Munandar (2004), salah satu penyebabnya adalah latar belakang seorang, yang menyangkut rasa harga diri yang rendah. Rasa harga diri yang rendah adalah ketidakpercayaan atas kemampuan yang dimiliki. Mereka tidak percaya bahwa mereka mampu melakukan apa yang diharapkan orang tua dan guru dari mereka. Untuk menutupi rasa harga diri mereka, biasanya dengan perilaku berani dan menentang atau dengan mekanisme pertahanan untuk melindungi diri. Misalnya dengan menyalahkan sekolah atau guru atau dengan menyatakan tidak peduli atau tidak berusaha dengan sungguh-sungguh jika prestasi mereka kurang memuaskan.

Sering kita mendengar anak mengatakan “matematika memang susah”, hal ini karena berkaitan dengan rasa harga diri yang rendah sehingga untuk menutupi kegagalan mereka menyalahkan pelajaran matematika atau gurunya. Menyalahkan pelajaran atau guru merupakan mekanisme anak untuk menghindari tanggung jawab untuk berprestasi.

Menurut Adi W. Gunawan (2004), harga diri yang rendah merupakan bagian dari konsep diri yang rendah. Apakah Konsep diri itu ? Konsep diri terdiri dari tiga komponen yaitu diri ideal (self ideal), citra diri (self image), dan harga diri (self esteem).

DIRI IDEAL (SELF IDEAL)
Sering kita mendengar atau menyaksikan anak meniru-niru gerakan pahlawan kartun semisal spiderman, batman, superman, power ranger, dll. Apa yang sering kita lihat dari perilaku meniru pahlawan kartun oleh anak pada dasarnya adalah proses pembentukan diri ideal. Anak melihat para pahlawan tersebut menunjukkan keberanian, rasa cinta kasih, ketabahan, ketekunan, kesabaran, integritas, kejujuran, dan masih banyak karakter positif lainnya. Secara tidak sadar anak sedang membentuk diri ideal yaitu ingin menjadi pahlawan kartun tersebut.
Menurut Adi W Gunawan (2004), diri ideal menentukan sebagian besar arah hidup kita. Diri ideal menentukan arah perkembangan diri dan pertumbuhan karakter serta kepribadian. Diri ideal merupakan gabungan dari semua kualitas dan ciri kepribadian orang yang sangat kita kagumi. Diri ideal merupakan gambaran dari sosok seseorang yang sangat kita inginkan jika kita bisa menjadi orang itu.
Bila tidak hati-hati untuk membentuk atau memilih diri ideal secara sadar, kita akan cenderung menetapkan seseorang untuk menjadi diri ideal kita. Kita bisa melihat hal itu pada banyak kasus anak-anak. Ketika orang tua tidak dapat menampilkan sikap dan perbuatan yang ideal, jangan salahkan anak ketika menginginkan diri ideal pada tokoh-tokoh kartun, bintang film, penyanyi, dll. Celakanya, tokoh yang diidealkan anak banyak yang mempunyai masalah sosial seperti narkoba, minuman keras, perbuatan kriminal, dll. Bahkan film kartunpun banyak mempertontonkan kekerasan dan kesadisan. Berapa banyak anak yang bertindak agresif hanya gara-gara mencontoh tokoh idolanya di film katun.
Pada anak kecil yang masih belum mengerti, orang tua sebaiknya sangat hati-hati dalam menetapkan diri ideal untuk anak. Banyak orang tua yang terlalu berambisi, yang akhirnya menyengsarakan anak karena menetapkan diri ideal yang terlalu sulit untuk dicapai oleh anak. Sebagai contoh, orang tua menuntut anak untuk selalu mendapatkan nilai 100 dalam setiap ulangan/tes dan jika tidak mencapainya anak akan dihukum. Ini adalah konsep diri ideal yang terlalu sulit dicapai oleh anak.

CITRA DIRI (SELF IMAGE)
Banyak anak merasa bahwa dirinya sangat “bodoh” untuk mengikuti pelajaran di kelas. Mereka mengeluhkan pelajaran yang sulit dimengerti seperti matematika, sulit menghafal seperti IPA, IPS dan PKn, serta berbagai macam kesulitan pelajaran yang lain. Berawal dari kesulitan ini lama-lama anak tidak menyukai pelajaran tertentu. Biasanya nilai pelajaran tersebut di bawah standar. Perasaan “bodoh” semakin melekat jika anak mendapat label “bodoh” dari lingkungan (orang tua, guru, teman, dan saudara). Akhirnya, anak akan merasa yakin bahwa dirinya memang “bodoh”. Dalam hal ini anak mempunyai citra diri yang negatif yaitu merasa dirinya “bodoh”.
Citra diri adalah cara kita melihat diri kita sendiri dan berpikir mengenai diri kita sekarang saat ini. Citra diri sering disebut sebagai “cermin diri”. Kita akan senantiasa melihat ke dalam cermin ini untuk mengetahui bagaimana kita harus bertindak atau berlaku pada suatu keadaan tertentu. Kita akan selalu bertindak dan bersikap sesuai dengan gambar yang muncul pada cermin diri kita (Adi W Gunawan, 2004).
Misalnya bila anak melihat dirinya di dalam cermin diri sebagai orang yang percaya diri, tenang, dan mampu belajar dengan baik, maka setiap kali belajar anak akan merasa percaya diri, tenang dan mampu, serta akan selalu positif dan gembira. Pada akhirnya anak akan berprestasi dan mendapatkan hasil yang luar biasa. Jika ternyata karena suatu hal anak tidak berhasil (mendapat nilai jelek), ia akan mengabaikan kegagalan tersebut dan menganggap hanya suatu kondisi yang bersifat sementara karena ia nantinya pasti akan berhasil. Ini disebabkan citra diri anak sangat jelas
Perubahan atau peningkatan konsep diri yang paling cepat akan terjadi bila anak mengubah citra dirinya. Saat anak melihat dirinya dengan cara yang berbeda, ia akan bertindak dengan cara berbeda. Bila anak bertindak berbeda, ia akan merasa berbeda. Karena anak bertindak dan merasa berbeda, ia akan mendapatkan hasil yang berbeda.

HARGA DIRI (SELF ESTEEM)
Budi merasa dirinya paling “bodoh” di kelas karena nilainya selalu jelek. Atik merasa minder karena kulitnya hitam dan hidungnya “pesek”. Anto malu bergaul dengan teman-temanya karena ia berasal dari keluarga miskin (bapaknya seorang penjual koran). Beberapa contoh di atas adalah konsep harga diri yang rendah. Padahal kalau di lihat lebih jauh, meskipun nilai pelajaran Budi selalu jelek tapi Budi jago bermain bola. Atik memang berkulit hitam, tapi ia anak yang rajin dan disiplin. Ia tidak pernah terlambat datang ke sekolah. Meskipun Anto dari keluarga miskin, tapi Anto adalah anak yang pintar karena ia selalu rangkin satu.
Contoh di atas merupakan konsep harga diri yang rendah. Harga diri didefinisikan sebagai seberapa suka kita terhadap diri kita sendiri. Semakin kita menyukai diri kita, menerima diri kita, dan hormat pada diri kita sendiri sebagai seorang yang berharga dan bermakna, semakin tinggi harga diri kita. Semakin kita merasa sebagai manusia yang berharga, kita akan semakin positif dan bahagia.
Harga diri akan menentukan semangat, antusiasme, dan motivasi diri. Harga diri adalah penentu prestasi dan keberhasilan kita. Orang dengan harga diri yang tinggi memiliki kekuatan pribadi yang luar biasa besar dan dapat berhasil melakukan apa saja di dalam hidupnya. Banyak contoh disekeliling kita yang dapat kita jadikan contoh betapa luar biasanya nilai harga diri. Kalau kita melihat Tika Pengabean (artis, P. Projek, MC), jika ia mempunyai harga diri yang negatif seperti selalu menyesali badannya yang tambun (baca gemuk) dan wajahnya yang “tidak cantik”, dipastikan ia tidak akan berhasil seperti sekarang.
Sekitar awal abad ke-20 kita mengenal seorang anak manusia bernama Helen keller. Sejak lahir ia buta, bisu, tuli, dan mempunyai masalah dengan perilaku. Semua orang menggap Hellen tidak punya masa depan, tetapi sang guru berpendapat lain. Hellen adalah anak yang cerdas meskipun ia buta, bisu dan tuli. Berkat ketekunan gurunya yang membangkitkan harga dirinya, ia mampu kuliah di Universitas ternama di AS. Prestasi akademiknya mampu melampaui mahasiswa yang normal. Pada saat mahasiswa yang lain tidur terlelap dalam dekapan malam, ia dengan dibantu pendampingnya sibuk membaca buku-buku teks yang menggunakan huruf braile sampai jari-jarinya terasa perih. Hellen Keller yang buta, bisu dan tuli menjadi pembicara terkenal di dunia dan menulis banyak buku. Cerita hidupnya menginspirasi jutaan orang yang buta, tuli dan bisu diseluruh dunia. Inilah motivasi luar biasa yang dihasilkan dari harga diri yang tinggi.

KESIMPULAN
Jadi, dalam konteks anak, diri ideal adalah orang/tokoh yang oleh anak sangat ingin menjadi di suatu waktu di masa depan. Diri ideal menentukan arah hidup, pertumbuhan, dan evolusi diri anak. Citra diri adalah cara anak melihat dirinya sendiri dan menentukan prestasinya di masa sekarang. Harga diri anak ditentukan oleh hubungan antara diri ideal dan citra dirinya.
Harga diri yang tinggi adalah dasar dari sebuah konsep diri yang positif dan merupakan unsur penting untuk mencapai keberhasilan. Semakin anak menyukai dan menghargai dirinya sendiri, ia akan semakin baik dalam mengerjakan sesuatu.
Orang tua yang mempunyai masalah dengan prestasi anak, mulai sekarang sebaiknya mulai merenungkan tentang hal ini. Sudahkan anak kita mempunyai konsep diri yang positif? Atau malah anak kita mempunyai konsep diri yang negative? (bersambung)

SUMBER :

Gunawan, Adi W. 2004. Genius Learning Strategy, Petunjuk praktis untuk menerapkan Accelerated Learning. Penerbit Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Munandar, Utami. 2004. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Penerbit Rineka Cipta, Jakarta. (sd02.alirsyad-cilacap.com)

Mengenal Metode Pembelajaran Brain Gym

PENERAPAN BRAIN GYM DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SEKOLAH DASAR

(Menciptakan Model Pembelajaran Kreatif Imajinatif dalam menyusun cerita di kelas-kelas awal SD)
Oleh: Heru Subrata

A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi termasuk juga kemajuan di bidang pendidikan menuntut lembaga-lembaga pendidikan untuk lebih meningkatkan mutu pembelajaran. Peningkatan mutu pendidikan tersebut baru bisa tercapai apabila guru itu selalu berupaya untuk meningkatkan kemampuan dan profesionalnya yang dapat dilakukan dengan mengembangkan inovasi-inovasi dalam pembelajaran (Rooijakkers, 1990: 13) sehingga guru sebagai ujung tombak pendidikan yang bertanggung jawab mempengaruhi dalam membina dan mengembangkan kemampuan siswa dapat menjadikan siswa sebagai manusia yang cerdas dan terampil (Sudjana dan Arifin, 1988: 15). Sebab, Tugas seorang guru tidak hanya menyampaikan materi kepada siswa. Tetapi, seorang guru harus mampu menggali kemampuan berfikir kreatif siswa sehingga meningkatnya hasil belajar siswa.
Pembelajaran secara umum berupaya mewujudkan tujuan pembelajaran dengan baik, yaitu pembelajaran yang bermakna dan berguna dalam kehidupan siswa. Namun, di lapangan dalam proses pembelajaran kebutuhan dan kondisi siswa umumnya kurang mendapatkan perhatian yang serius dari guru. Keefektifan model dan variasi metode pembelajaran yang digunakan juga belum cermat diperhitungkan. Padahal hal ini sangat berpengaruh terhadap keberhasilan proses pembelajaran. Proses pembelajaran dengan menggali dan mengerti kebutuhan anak didik harus mampu membawa siswa berkembang sesuai dengan potensi mereka seutuhnya (Gunawan, 2006: 06).
Upaya pencapaian tujuan pembelajaran sudah barang tentu perlu diimbangi dengan perubahan paradigma dalam pembelajaran, sejak perencanaan, penentuan tujuan dan kegiatan pembelajaran, serta bagaimana pengelolaan pembelajaran dan evaluasi yang benar-benar terarah. Hal utama yang tidak kalah pentingnya untuk dicermati adalah bagaimana sebuah model, metode, teknik yang dipilih akan dapat mengarahkan siswa menjadi pebelajar yang inovatif, kreatif, menarik, dan berguna bagi kehidupan siswa sehari-hari.
Pengembangan model dan metode dalam pembelajaran yang bervariasi akan dapat mengatasi kejenuhan siswa dalam suatu proses pembelajaran. Penyebab kejenuhan tersebut sebain disebabkan oleh faktor guru, siswa, juga karena faktor-faktor lain, diantarany: kurangnya minat dan motivasi untuk belajar, banyaknya tugas dan latihan yang harus dikerjakan siswa, banyaknya materi yang harus dipelajari dalam satu semester, dan faktor-faktor lainnya.
Dalam upaya mengatasi hal tersebut salah satunya adalah dengan memanfaatkan metode Brain Gym. Metode ini sangat baik dilakukan pada awal proses pembelajaran terlebih lagi bila diiringi dengan lagu atau musik yang bersifat riang dan gembira dan bisa juga dilakukan untuk menyegarkan fisik dan pikiran murid setelah menjalani proses pembelajaran yang membutuhkan konsentrasi tinggi yang mengakibatkan kelelahan pada otak.
Brain Gym adalah serangkaian gerakan tubuh yang sederhana yang digunakan untuk memadukan semua bagian otak untuk meningkatkan kemampuan belajar, membangun harga diri dan rasa kebersamaan (Gunawan, 2006: 270)
Gerakan tubuh dalam Brain Gym dapat dilakukan dengan mudah oleh siapa saja dan dengan efek yang langsung terlihat. Murid justru sangat disarankan untuk bergerak, mengikuti dorogan gerak secara alamiah dan tidak dipaksakan. Bila seorang anak mengalami kesulitan untuk mengerti suatu materi pelajaran, anak tidak akan mampu untuk belajar. Gerakan Brain Gym digunakan menurut kecepatan gerakan anak itu sendiri. Akan tetapi secara efektif membantu anak kembali pada kondisi mental yang optimal untuk pembelajaran (Gunawan, 2006: 271).
Bagaimana penerapan metode Brain Gym pada pembelajaran di SD, dan unsur-unsur apa sajakah yang dapat mendukung pemanfaatan metode Brain Gym pada pembelajaran di SD, menjadi tumpuan dalam pembahasan tulisan ini. Sedangkan mata pelajaran yang menjadi obyek pembahasan adalah pembelajaran Bahasa Indonesia di Kelas III SD, dengan tema utama menyusun cerita.
Manfaat tulisan ini bagi mahasiswa PGSD adalah bahwa Brain Game akan memperkaya wacana dalam pengembangan model pembelajaran, dan bagi guru penulisan ini dapat dipakai sebagai alternatif pendukung strategi-strategi pembelajaran konvensional yang sudah lazim dilaksanakan dalam pembelajaran di sekolah dasar.
Sebagai batasan, penulisan hanya difokuskan pada bagaimana penerapan metode Brain Gym dalam pembelajaran Bahasa Indonesia pada kelas III SD, khususnya Model Pembelajaran Kreatif Imajinatif dalam menyusun cerita di kelas III SD

B. Kajian Pustaka
1. Pengertian Brain Gym
Brain Gym adalah serangkaian gerakan tubuh yang sederhana yang digunakan untuk memadukan semua bagian otak untuk meningkatkan kemampuan belajar, membangun harga diri dan rasa kebersamaan. Brayn Gym dapat juga didefinisikan sebagai senam otak. (Gunawan, 2006: 270)
Brain Gym adalah serangkaian gerak sederhana yang menyenangkan dan digunakan oleh para murid di Educational Kinesiology (Edu-K) untuk meningkatkan kemampuan belajar mereka dengan menggunakan keseluruhan otak. Gerakan-gerakan ini membuat segala macam pelajaran menjadi lebih mudah, dan terutama sangat bermanfaat bagi kemampuan akademik.Kata Education be rasal dari kata latin educare, yang berarti”menarik keluar”. Kinesiology dikutip dari bahasa Yunani Kinesis, berarti “gerakan” dan merupakan pelajaran gerakan tubuh manusia. Edu-K adalah suatu system yang memberdayakan semua orang yang belajar, tanpa batas umur, dengan menggunakan aktivitas gerakan-gerakan untuk menarik keluar seluruh potensi seseorang.
Brain Gym atau Edu-K adalah aktivitas diri dan gerakan untuk berlatih menyelaraskan fungsi belahan otak kiri dan otak kanan, otak bagian depan dan belakang, otak atas dan bawah, serta fungsi tubuh kiri dan kanan. Manusia belajar dengan bergerak. Hasilnya adalah suatu keutuhan dan optimal, ”fusion of full expression dan creativity”, cara berpikir dan perasaan, terfokus dan terorganisasi, mudah memahami dan mendalami.[1]

2. Kegunaan Brain gym
Kegiatan Brain Gym ini dibuat guna menstimulasi (Dimensi lateralitas) untuk meringankan belahan otak kiri dan kanan (Dimensi pemfokusan) untuk merelaksasi bagian belakang otak (batang otak atau brainstem) dan bagian depan otak (fronta lobes), serta (Dimensi pemusatan) untuk system limbis (midbrain) dan otak besar (cerebral cortex).
Lateralisasi (sisi) tubuh manusia dibagi dalam sisi kiri dan sisi kanan. Sifat ini memungkinkan dominasi salah satu sisi misalnya menulis dengan tangan kanan atau kiri, dan juga untuk integrasi kedua sisi tubuh (bilateral integration), yaitu untuk menyebrangi garis tengah tubuh untuk bekerja di “bidang tengah”. Bila ketrampilan ini sudah dikuasai, orang akan mampu memproses kode linear, symbol tertulis (mis. Tulisan), dengan dua belahan otak dari kedua jurusan: kiri ke kanan atau kanan ke kiri, yang merupakan kemampuan dasar kesuksesan akademik. Ketidakmampuan untuk menyebrangi garis tengah mengakibatkanapa yang disebut “ketidakmampuan belajar” (learning disabled) atau “disleksia”.
Fokus adalah kemampuan menyeberangi “garis tengah partisipasi” yang memisahkan bagian belakang dan depan tubuh, dan juga bagian belakang (occipital) dan depan otak (frontal lobe). Garis tengah partisipasi adalah garis bayangan vertical di tengah tubuh (dilihat dari samping). Ketidaklengkapan perkembangan refleks menghasilkan ketidakmampuan untuk secara mudah mengekspresikan diri sendiri dan ikut aktif dalam proses belajar.
Pemusatan adalah kemampuan untuk menyebrangi garis pisah antara bagian atas dan bawah tubuh dan mengaitkan fungsi dari bagian atas dan bawah otak: bagian tengah system limbis (midbrain) yang berhubungan dengan informasi emosional serta otak besar (cerebrum) untuk berpikir yang abstrak. Apa yang dipelajari benar-benar dapat dihubungkan dengan perasaan dan memberi arti. Ketidakmampuan untuk mempertahankan pemusatan ditandai oleh ketakutan yang tidak beralasan, cenderung bereaksi “berjuang atau melarikan diri”, atau ketidakmampuan untuk merasakan atau menyatakan emosi. Gerakan yang membuat badan menjadi relaks dan membantu menyiapkan murid untuk mengolah informasi tanpa pengaruh emosi negative disebut pemusatan.

3. Manfaat Brain Gym
Adapun manfaat dari Brain Gym sendiri yaitu dapat mengaktifkan seluruh bagian otak untuk kemampuan akademik, hubungan perilaku, serta sikap.karena pada dasarnya otak terbagi atas dua belahan yaitu kanan dan kiri. Masina-masing belahan mempunyai fungsi yang berbeda.Otak kiri berhubungan dengan potensi kamampuan kebahasaan (verbal), kontruksi objek (teknis dan mekanis), temporal, logis, analitis, rasional dan konsep kegiatan yang terstruktur. Otak kanan memiliki potensi kemampuan kreativitas (kemampuan berinisiatif dan memunculkan ide), kemampuan visual, potensi intuitif, abstrak dan emosional (berhubungan dengan nilai rasa). Pemetaan potensi kemampuan yang dimiliki oleh bagian otak yaitu sebagai berikut:
Implementation thinking merupakan potensi kemampuan yang dimiliki oleh otak kiri bagian bawah. Secara fungsional merupakan kemampuan penerapan berbagai konsep ke dalam bentuk pelaksanaan atau kemampuan untuk menuangkan kerangka berpikir dalam pelaksanaan. Ketelitian kerja serta perencanaan yang matang merupakan bagian terpenting dari kemampuan potensial yang dimiliki oleh bagian ini.
Social thinking merupakan kemampuan potensial yang dimiliki untuk menumbuhkan kecerdasan sosial. Kondisi hubungan antar sesama manusia menghasilkan tata aturan dan norma-norma sosial. Kepekaan terhadap kebutuhan dan norma-norma sesama manusia merupakan suatu kecerdasan yang terbentuk oleh bagian ini.
Future thinking adalah konsep masa depan terkait dengan prediksi dan kemungkinan yang dapat terjadi merupakan kemampuan future thinking. Daya intuitif dan pemikiran dan holistik atau menyeluruh akan mengarahkan kecerdasan terhadap konsep masa depan yang jauh.
Dengan kata lain Brain Gym ditujukan untuk membantu anak yang mengalami kesulitan dalam perkembangan dan pembelajaran.

4. Penerapan Brain Gym
Brain Gym sangat baik dilakukan pada awal proses pembelajaran terlebih lagi bila diiringi dengan lagu atau musik yang bersifat riang dan gembira. Brain Gym juga bisa dilakukan untuk menyegarkan fisik dan pikiran murid setelah menjalani proses pembelajaran yang membutuhkan konsentrasi tinggi yang mengakibatkan kelelahan pada otak. Brain Gym mempunyai tujuan agar murid dapat bermain dan melakukan olah tubuh yang dapat membantu meningkatkan kemampuan otak mereka. Adapun gerakan tubuh dalam Brain Gym dapat dilakukan dengan mudah oleh siapa saja dan dengan efek yang langsung terlihat. Dalam filosofi educational kinesiology, murid justru sangat disarankan untuk bergerak mengikuti dorongan gerak secara alamiah dan tidak dipaksakan. Brain Gym telah digunakan oleh guru dan para ahli terapi dalam suatu program yang ditujukan untuk membantu anak yang mengalami kesulitan dalam perkembangan dan pembelajaran.
5. Jenis-jenis Gerakan:
a) Gerakan Gajah/The Elephant
Gerakan ini bertujuan untuk mengaktifkan bagian dalam telinga untuk meningkatkan keseimbangan dan kesetimbangan. Selain itu gerakan ini juga untuk mengintegrasikan kemampuan mendengar dengan kedua telinga. Gerakan ini mampu melemaskan otot leher yang kaku, yang sering terjadi akibat reaksi tubuh terhadap suara atau karena gerakan bibir yang berlebihan saat membaca dalam hati. Dalam gerakan gajah, tubuh kepala, lengan dan tangan bekerja sama dalam satu kesatuan, bergerak mengitari lazy dengan fokus mata melewati posisi tangan, seluruh tubuh bergerak. Variasi lainnya adalah dengan menggunakan kedua tangan secara bersamaan.
b) Tombol Otak/Brain Button
Gerakan ini akan mengaktifkan otak agar mengirimkan sinyal dari hemisfir kanan ke tubuh sebelah kiri dan dari hemisfir kiri ketubuh sebelah kanan. Gerakan ini juga membuat otak menerima oksigen dalam jumlah yang meningkat dan terjadi peningkatan aliran energi elektromagnetik.
c) Gerakan Silang/Cross Crawl
Dalam melakukan gerakan ini, murid menggerakkan tangan dan kaki secara bersamaan, dengan syarat kaki kiri berpasangan dengan tangan kanan dan kaki kanan berpasangan dengan tangan kiri. Pada intinya terjadi persilangan antara tubuh sebelah kiri dan tubuh sebelah kanan. Gerakan ini akan mengaktifkan hubungan antara hemisfir kiri dan hemisfir kanan dari otak kita.
d) Gerakan Kait Rileks/Hooks-Up
Gerakan ini menghubungkan rangkaian listrik yang ada dalam tubuh untuk membuat perhatian dan energi yang tidak beraturan menjadi fokus. Pikiran dan tubuh menjadi rileks saat energi mengaliri daerah tubuh yang tadinya mengalami ketegangan.
2. Peningkatan daya Imajinasi Anak
Dalam peningkatan daya imajinasi pada anak diperlukan berbagai metode. Namun akan lebih baik kecerdasan visual dan spasial adalah kemampuan untuk melihat dan mengamati dunia visual-spasial secara akurat dan kemudian bertindak atas persepsi tersebut kecerdasan ini melibatkan kecerdasan akan warna garis, bentuk ruang ukuran, juga hubungan diantara elemen-elemen tersebut penyelesaian masalah dengan kecerdasan ini melibatkan kemampuan untuk melihat obyek diberbagai sudut pandang, memanipulasi gambar secara tiga dimensi dalam ruang dan waktu. Hemisfir kanan/otak kanan berperan dalam mengendalikan kegiatan ini. Orang yang mengalami kerusakan pada hemisfir kanan sering kehilangan kemampuan untuk mengenali wajah atau tempat. Tidak mampu bergerak leluasa diantara benda atau objek, menemukan jalan untuk mencapai suatu tempat seringkali mereka (imajinasi) kecerdasan visual dan spasial sangat jelas terlihat pada anak-anak kemampuan ini terlihat dengan sangat jelas saat anak bermain dengan melibatkan imajinasi mereka. (Gunawan, 2003)

Cara Melatih Imajinasi (Membayangkan Dalam Pikiran Sambil Menutup Mata). Latihan ini dengan cara mengajak siswa melalui langkah-langkah seperti di bawah ini:
a) Bayangkan sebuah baju tanpa kerah, berwarna merah mempunyai satu saku dibagian tengah.
b) Sekarang bayangkan baju kaos ini membesar sampai 5 kali dari ukuran semula.
c) Bayangkan baju kaos ini mempunyai kepala, kaki dan tangan.
d) Bayangkan baju kaos ini mengajak anda berbicara berkenalan dengan anda.
e) Bayangkan anda mendengar baju kaos itu berkata, "Hi…..apa kabar? Senang berkenalan dengan anda. Siapa nama anda?"
Untuk bisa mencapai hasil yang maksimal kita harus bisa memperdayakan dan menyeimbangkan penggunaan kedua belah otak kita.

Model Pembelajaran Kreatif Imajinatif Memiliki Keunggulan Sebagai Berikut :
a) Memperhatikan perkembangan potensi anak kearah terbentuknya pribadi mandiri, berilmu, kreatif, memiliki konsep diri positif serta minat belajar yang tinggi.
b) Membuat anak merasa nyaman dan asyik sehingga mendapatkan kenikmatan dalam belajar.
c) Menyediakan media yang dirancang untuk mengembangkan berbagai kemampuan dengan menarik dan mengasyikkan sehingga sangat membantu guru dan orang tua dalam mendidik anak. Proses kegiatan belajar mengajarpun akan dapat berjalan lebih baik dan kompetensi yang diharapkan dapat tercapai.
d) Memberikan rangsangan secara seimbang antara otak kiri dan otak kanan, sehingga kompetensi dasar anak terutama kreativitas dan imajinasinya dapat berkembang secara seimbang.
Dari model ini mengarahkan cara berfikir kreatif, diantaranya ditandai dengan: Berpikir lancar (mengajukan banyak pertanyaan, jawaban dan gagasan), berpikir luwes (menghasilkan gagasan jawaban, atau pertanyaan yang kreatif, dapat melihat suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda), berpikir orisinal (mampu melahirkan ungkapan gagasan baru yang unik, yang tidak lazim dipikirkan orang), mengevaluasi (menentukan patokan penilaian sendiri, mampu mengambil keputusan pada situasi yang terbuka kritis), Kritis (Selalu terdorong untuk mengetahui segala hal).
Selain hal tersebut yang juga tidak kalah pentingnya adalah: memiliki daya imajinatif (mampu membayangkan berbagai hal yang belum pernah terjadi), tertantang oleh kemajemukan (tertarik pada situasi dan masalah yang rumit), berani mengambil resiko (berani mengemukakan jawaban atau gagasan meskipun belum tentu benar atau diterima, tidak takut gagal, tidak takut terikat pada hal yang terstruktur atau konvensional), bersifat menghargai (Menghargai kritik bimbingan orang lain, maupun kemampuan dan bakatnya sendiri), dan yang terakhir mengolaborasi (Memperkaya dan mengembangkan suatu gagasan atau produk menambah atau menerima detail-detail suatu obyek atau situasi sehingga menjadi lebih menarik).

2. Pembelajaran Bahasa Indonesia
Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitator, perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran. Fungsi mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia adalah sebagai sarana pengembangan penalaran (Parera, 1997). Pembelajaran bahasa Indonesia selain untuk meningkatkan keterampilan berbahasa, juga untuk meningkatkan kemampuan berpikir, bernalar, dan kemampuan memperluas wawasan (GBPP Bahasa Indonesia, 1994). Ada 3 ciri yang terkandung dalam sistem pembelajaran, ialah :
a) Rencana, ialah penataran keterangan material, dan prosedur yang merupakan unsur sistem pembelajaran, dalam suatu rencana khusus.
b) Saling ketergantungan (interdependence) antara unsur sistem pembelajaran yang serasi dalam keseluruhan tiap unsur bersifat esensial dan masing-masing memberikan sumbangannya kepada sistem pembelajaran.
c) Tujuan sistem pembelajaran mempunyai tujuan tertentu yang hendak dicapai, ciri ini menjadi dasar perbedaan antara sistem yang dibuat oleh manusia dan sistem yang dialami (natural) sistem yang dibuat manusia seperti sistem transportasi sistem komunikasi sistem pemerintah, semuanya memiliki tujuan, sistem alami (natural).
Ada 4 hal yang harus dicermati dalam pembelajaran bahasa Indonesia adalah bahwa:
a) Kegiatan Pembelajaran Bahasa Indonesia bukan semata-mata untuk menguasai Pengetahuan Kebahasaan dan Kesastraan, melainkan untuk menguasai kompetensi berbahasa yang meliputi aspek mendengarkan berbicara, membaca, dan menulis.
b) Metode yang dipakai guru bervariasi dengan menekankan pada keaktifan siswa. Waktu yang tersedia lebih banyak dipakai untuk kegiatan siswa, bukan untuk ceramah guru.
c) Media/sumber belajar yang digunakan tidak terbatas pada buku paket dan nara sumber tunggal guru, tetapi juga buku lain di perpustakaan, pengalaman sendiri/teman, media cetak/elektronik, lingkungan atau nara sumber lain.
d) Kegiatan siswa tidak hanya individual – klasikal, tetapi ada juga kegiatan barpasangan dan lebih banyak berkelompok untuk mengembangkan aspek kerja sama, melatih sikap demokratis, terbuka dan toleran.[2]
Kegiatan guru tidak mendominasi kelas dengan banyak bercerita, tetapi lebih banyak berperan sebagai fasilitator yang membantu siswa untuk memecahkan masalah dan menemukan sendiri.
Pelaksanaan pembelajaran dilakukan dengan menggunakan tiga tahapan. Tahapan-tahapan tersebut adalah sebagai berikut:
1) Kegiatan Pendahuluan/awal/pembukaan (5-10 menit)
Kegiatan ini dilakukan terutama untuk menciptakan suasana awal pembelajaran berupa kegiatan untuk pemanasan. Pada tahap ini dapat dilakukan penggalian terhadap pengalaman anak tentang tema yang akan disajikan melalui konsentrasi yang dibimbing oleh guru. Beberapa contoh kegiatan yang dapat dilakukan adalah menyimak, suara-suara yang dapat didengar oleh siswa (suara terjauh dan suara yang paling dekat), bercerita (bersuara lirih), kegiatan fisik/jasmani (mengerakkan anggota tubuh sesuai dengan cerita yang diimajinasikan), dan menyanyi. Dalam kaitan dengan mengarahkan pembelajaran kreatif imajinatif dalam menyusun cerita maka pada kegiatan awal ini dibentuk dengan formasi berbaring (upayakan kondisi ruangan dalam keadaan bersih), atau duduk dengan tegak bersila (seperti posisi yoga), atau juga dengan berdiri. Perlu diperhatikan untuk menjaga jarak yang longgar antara peserta satu dengan yang lain
2) Kegiatan Inti
Dalam kegiatan inti difokuskan pada kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk pengembangan kemampuan meng-create cerita bebas melalui proses imajinasi. Penyajian bahan pembelajaran dilakukan dengan memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk mengembangkan dengan imajinya berdasarkan tema yang telah kita arahkan. Siswa diberi kesempatan untuk menuangkan kembali cerita hasil imajinasinya kedalam bentuk lisan atau tertulis. Kegiatan ini dapat dilakukan secara klasikal, kelompok kecil, ataupun perorangan.
3) Kegiatan Penutup/Akhir dan Tindak Lanjut
Sifat dari kegiatan penutup adalah untuk menenangkan. Kegiatan yang dapat dilakukan adalah menyimpulkan/ mengungkapkan hasil pembelajaran yang telah dilakukan, mendongeng, membacakan cerita dari hasil imajinasinya, pantomim, pesan-pesan moral, musik/apresiasi musik.

Penilaian Dalam Pembelajaran
1) Penilaian dalam pembelajaran Kreatif Imajinatif dalam menyusun cerita adalah suatu usaha untuk mengembangkan imajinasi siswa secara optimal, berkesinambungan, dan menyeluruh baik untuk mengukur kemampuan menyimak, berbicara-bercerita, maupun menulis.
2) Penilaian dilaksanakan dengan tetap mengikuti aturan penilaian mata-mata pelajaran lain di Sekolah Dasar. Mengingat bahwa peserta didik kelas awal SD belum semuanya lancar membaca dan menulis, maka cara penilaian tidak ditekankan pada penilaian secara tertulis.
3) Kemampuan membaca, menulis, dan bercerita merupakan kemampuan yang harus dikuasai oleh peserta didik. Oleh karena itu, penguasaan terhadap kemampuan tersebut harus mampu mengukur kompetensi kebahasaan secara menyeluruh.
4) Penilaian dilakukan dengan mengacu pada indikator masing-masing Kompetensi Dasar dari masing-masing pokok bahasan/tema.
5) Penilaian dilakukan secara terus menerus dan selama proses belajar mengajar berlangsung, misalnya sewaktu peserta didik bercerita pada kegiatan awal, pada kegiatan inti, dan menyanyi pada kegiatan akhir.
C. Cara Kerja Brain Gym
Bagaimana cara kerja Brain Gym sehingga dapat membantu meningkatkan daya imajinasi?
Pada metode ini dilakukan dengan mudah oleh siapa saja dengan efek yang langsung terlihat. Sebagaimana cara kerja Brain Gym yang dikemukakan oleh Paul dan istrinya, Gail E. Dennison membagi otak ke dalam tiga fungsi :
1. Dimensi lateral : Koordinasi antara hemisfir kiri dan hemisfir kanan dari otak untuk bisa berkomunikasi dengan efektif.
2. Dimensi pemusatan : Koordinasi antara bagian atas dan bawah dari otak untuk pengaturan proses berpikir dan tindakan.
3. Dimensi fokus : Koordinasi antara batang otak dan prefrontal cortex untuk tujuan pemahaman dan perspektif.
Brain Gym membuat ketiga dimensi ini dapat menyatu dan terintegrasi secara menyeluruh. Hal ini akan mengakibatkan peningkatan prestasi yang sangat signifikan.

D. Cara Membuat Gerakan Brain Gym
Gerakan ini bertujuan untuk mengaktifkan bagian dalam telinga untuk meningkatkan keseimbangan untuk mengintegrasikan kemampuan mendengar dengan kedua telinga yang biasa disebut dengan gerakan gajah (the elephant), dan juga mampu melemaskan otot leher yang kaku, yang sering terjadi akibat reaksi tubuh terhadap suara atau karena gerakan bibir yang berlebihan saat membaca dalam hati. Gerakan Brain Gym rasanya kurang menarik, bila hanya dilakukan secara terpisah akan lebih baik lagi bila dibuat dalam cerita dan melibatkan gerakan yang ada dalam Brain Gym.
Gerakan lain yang mengaktifkan otak agar mengirimkan sinyal dari hemisfir kanan ke tubuh sebelah kiri dan dari hemisfir kiri ketubuh sebelah kanan. Gerakan ini juga membuat otak menerima oksigen dalam jumlah yang meningkat dan terjadi peningkatan aliran energi elektromagnetik. Gerakan ini biasa disebut tombol otak/ Brain Button.
Cara melakukannya sebagai berikut:
1) Satu tangan menempel dipusar
2) Satu tangan lagi memijat sisi kiri dan kanan tulang tengah, tepat di dua lekukan selangka.
3) Lakukan selama 20 hingga 30 detik atau sampai rasa sakitnya berkurang.
Pada gerakan ini menghubungkan rangkaian listrik yang ada dalam tubuh untuk membuat perhatian dan energi yang tidak beraturan menjadi fokus sehingga pikiran dan tubuh menjadi rileks saat energi mengaliri daerah tubuh yang tadinya mengalami ketegangan. Gerakan ini biasa disebut gerakan kait rileks/Hook-Up.
Gerakan silang/Cross Crawl yaitu menggerakkan tangan dan kaki secara bersamaan dengan syarat kaki kiri berpasangan dengan tangan kanan dan kaki kanan berpasangan dengan tangan kiri. Pada intinya terjadi persilangan antara tubuh sebelah kiri dan tubuh sebelah kanan. Gerakan ini akan mengaktifkan hubungan antara hemisfir kiri dengan hemisfir kanan dari otak kita. Secara teknis Brain Gym dapat mengembangkan 3 dimensi otak yaitu dimensi lateritras untuk belahan otak kiri dan kanan, dimensi pemfokusan untuk bagian belakang otak dengan bagian depan otak, dan dimensi pemusatan untuk menyeimbangkan posisi depan dan belakang (sistem limbis) dan otak besar.

E. Peningkatan Daya Imajinasi
Kebanyakan siswa menganggap keterampilan memori mengasyikkan. Mereka suka menggunakan imajinasi untuk menghasilkan asosiasi yang aneh-aneh dan mereka suka menomerkan memori mereka yang luar biasa. Adapun peningkatan keterampilan ini bisa dilakukan di kelas dari waktu ke waktu dan bisa menyarankan siswa agar menggunakannya dirumah saat belajar menghadapi ujian. Ajarkan asosiasi lebih dahulu seakan-akan menceritakan sebuah kisah, kemudian mintalah siswa untuk menebak apa yang baru mereka pelajari. Dengan demikian belajar dapat menjadi keasyikan dan membuat siswa-siswa selalu berminat. (Bobbi De Porter, 2000: 190)
Gerakan Brain Gym dirasa kurang menarik bila hanya dilakukan secara terpisah. Untuk lebih kreatif maka guru bisa membuat satu cerita atau tema yang melibatkan gerakan yang ada dalam Brain Gym.
Dalam mengoptimalkan pembelajaran kreatif imajinatif melalui lima komponen pendidikan :
1. Anak
Saat anak datang kesekolah dengan membawa potensi kreatif imajinatif yang dimiliki. Dalam pembelajaran kreatif imajinatif ini ditujukan agar dapat mengoptimalkan potensi anak yang sudah terlihat dan memunculkan potensi yang masih terpendam sehingga ia menjadi pribadi yang cerdas dan kreatif imajinatif.
Pada pembelajaran ini anak diberi kebebasan untuk bereksplorasi dan menjelajah apa yang ada didepannya.
2. Materi
Materi pembelajaran kreatif imajinatif memuat seluruh kemampuan yaitu fisik, kognisi, bahasa, sosio emosional dan seni.
3. Metode
Dalam pembelajaran kreatif imajinatif dapat menggunakan metode: Bercerita, tanya jawab, bernyanyi, dramatisasi, demonstrasi, pemberian tugas, dan eksplorasi.
Metode ini dapat dipakai dan diintegrasikan dalam satu waktu kegiatan dengan menyesuaikan pada situasi dan kondisi yang ada pada penyajian materi lebih bersifat mengembangkan kreativitas yang menjurus pada imajinasi secara natural yang dalam penyampaian materi bertujuan untuk merangsang anak berimajinasi secara alami sesuai kemampuan dan potensi disetiap anak.
4. Guru
Pada pelaksanaan pembelajaran ini dibutuhkan guru yang kreatif dan mampu merangsang belahan otak anak secara seimbang. Selama disekolah guru mempunyai peran penting terhadap emosional dan sosial anak terhadap perkembangan kepribadiannya guru dalam pembelajaran kreatif imajinatif berperan sebagai fasilitator dan motivator dalam belajar dikelas.
5. Media
Merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan proses pembelajaran yaitu apabila media yang digunakan mampu merangsang berkembangnya potensi yang ada pada anak. Media juga tidak harus dibuat oleh guru sehingga guru dapat dengan penuh memperhatikan perkembangan anak didiknya.

F. Langkah-langkah Pembelajaran Kreatif Imajinatif dalam menyusun cerita.

1. Kegiatan Pendahuluan/awal/pembukaan (5-10 menit)
Kegiatan ini dilakukan terutama untuk menciptakan suasana awal pembelajaran berupa kegiatan untuk pemanasan. Pada tahap ini dapat dilakukan penggalian terhadap pengalaman anak tentang tema yang akan disajikan melalui konsentrasi yang dibimbing olerh guru. Beberapa contoh kegiatan yang dapat dilakukan adalah menyimak, suara-suara yang dapat didengar oleh siswa (suara terjauh dan suara yang paling dekat), bercerita (bersuara lirih), kegiatan fisik/jasmani (mengerakkan anggota tubuh sesuai dengan cerita yang diimajinasikan), dan menyanyi. Dalam kaitan dengan mengarahkan pembelajaran kreatif imajinatif dalam menyusun cerita maka pada kegiatan awal ini dibentuk dengan formasi berbaring (upayakan kondisi ruangan dalam keadaan bersih), atau duduk dengan tegak bersila (seperti posisi yoga), atau juga dengan berdiri. Perlu diperhatikan untuk menjaga jarak yang longgar antara peserta satu dengan yang lain. Contoh kegiatan:
a) Guru membentuk formasi anak secara berjajar, melingkar, atau acak. Sesuaikan dengan kondisi ruangan yang ada. Upayakan tidak ada yang bersinggungan. Ajaklah siswa untuk duduk tegak bersila (seperti posisi yoga) dengan menutup mata.
b) Guru memandu pernapasan perut, siswa diajak untuk mengambil napas dalam-dalam dengan santai dan tenang. “ambillah napas dalam-dalam anak-anak....sampai penuh (badan tetap tegak, jangan membungkuk), tahanlah napas sebentar....keluarkan napas....(sampai habis). Ambil napas lagi.... tahan..... keluarkan..... Lakukan berulang-ulang sampai mencapai ketenangan.
c) Guru memandu menyimak, “Simaklah suara-suara yang paling jauh yang dapat anak-anak tangkap....suara apa itu...? terus cari anak-anak....sekarang suara yang lebih dekat lagi....cari suara apa itu....terus....sambil tetap bernapas dalam-dalam....sekarang suara yang paling dekat dari anak-anak....suara apa....ya... suara detak jantung. Rasakan dan simak detak jantung kita....”
Catatan: kegiatan ini dilaksanakan dengan ritme teratur dengan rentang waktu disesuaikan. Jaga jangan sampai ada yang mengantuk apalagi tidur, walaupun dengan menutup mata. Kegiatan ini lebih bagus diiringi musik klasik perlahan-lahan).

2. Kegiatan Inti
Dalam kegiatan inti difokuskan pada kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk pengembangan kemampuan meng-create cerita bebas melalui proses imajinasi. Penyajian bahan pembelajaran dilakukan dengan memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk mengembangkan dengan imajinya berdasarkan tema yang telah kita arahkan. Siswa diberi kesempatan untuk menuangkan kembali cerita hasil imajinasinya kedalam bentuk lisan atau tertulis. Kegiatan ini dapat dilakukan secara klasikal, kelompok kecil, ataupun perorangan. Contoh kegiatan:
a) Dengan tetap menutup mata, guru mengajak siswa pergi ke suatu tempat. Misalnya dengan memandu, “anak-anak....sekarang marilah kita berjalan ke sebuah taman nan asri....lihatlah....taman ini indah sekali....penuh bunga....kupu-kupu berterbangan....aduuh....sangat indah....udara sejuk dan....lihat....di sebelah sana ada sungai yang mengalir anak-anak, ayo kita lihat ke sana.... wah...airnya jernih....sekali, kita main-main air yuk.....lho siapa meniup seruling itu...? seruling anak-anak.... ayo kita berjalan lagi anak-anak...waahh...ada gubuk disana tuh....kesana yuk....jalan pelan-pelan saja anak-anak jangan sampai terjatuh....kita sambil menyanyi ya.....”
Catatan: teruslah mengimajinasikan keadaan keindahan dan kesenangan yang mampu membangkitkan keinginan anak-anak agar mendorong keinginan bercerita. Sesuaikan dengan tema-tema sesuai dengan tema yang dipilih. Waktu ± 10 – 15 menit.
b) Teruskan dengan memandu siswa bercerita, “anak-anak...apa yang dapat anak-anak ceritakan tentang keindahan alam yang baru saja kita jelajahi bersama ini...ungkapkan anak-anak...sambil gerakkan tangan, kaki, dan badan. Boleh sambil berdiri pelan-pelan....ceritakan dengan suara lirih....”(ingat mata tetap terpejam).
(Pada tahapan ini putarlah musik pengiring—upayakan musik klasik—sehingga suasana dapat lebih ceria dan menyenangkan)
“terus ceritakan anak-anak....pergilah kemana anak-anak suka...di pinggir danau, sungai, di bawah rindangnya pohon....”
Bantulah siswa mengemukakan cerita, kalau ada siswa yang tetap diam, dekatilah dan ajaklah berdialog, bantulah dengan pancingan-pancingan pertanyaan, sampai ia mampu mengungkapkan sesuatu. Waktu ± 20 menit


3. Kegiatan Penutup/Akhir dan Tindak Lanjut
Sifat dari kegiatan penutup adalah untuk menenangkan. Kegiatan yang dapat dilakukan adalah menyimpulkan/mengungkapkan hasil pembelajaran yang telah dilakukan, mendongeng, membacakan cerita dari hasil imajinasinya, pantomim, pesan-pesan moral, musik/apresiasi musik. Kegiatan akhir ini harus selalu dijaga agar tetap menyenangkan dan berkesan secara mendalam. Kegiatan lebih menedepankan sesuatu yang lebih bersifat permainan, tetapi bermanfaat. Bermain dapat mendorong imajinasi anak, menambah daya ingat dan kesempatan menalar. Inilah sebabnya bermain dapat menjadikan anak mempunyai kesiapan mental dan dapat membantu mempunyai penyesuaian diri yang baik dalam kehidupannya. Contoh kegiatan lanjutannya adalah:
a) “Nah...anak-anak....marilah kita bersama-sama bernyanyi (mata masih terpejam) gilang rama-rama ya...ayo bernyanyi bersama...
Gilang sipatu gilang, tinggi rumput sirama-rama, pulang marilah pulang, marilah pulang bersama-sama.....

“Sekarang buka mata pelas-pelan.........tepuk tangan anak-anak..........
b). “Nah anak-anak baru saja kita menjalajahi....apa anak-anak....? ya...betul sebuah taman nan indah....hayo siapa yang tadi ke sungai....(biarkan siswa merespon).......Oh ada yang berteduh di bawah pohon....? (biarkan siswa merespon)....ya bagus, sekarang marilah kita saling menceritakan pengalaman masing-masing anak-anak, anak-anak menulis pengalaman di secarik kertas ya...Bapak/Ibu guru ingin melihat pengalaman anak-anak...
(siswa diberi waktu ± 10 menit untuk menuliskan cerita)
Catatan: jangan dibatasi dengan berbaai ketentuan yang dapat menekan siswa. Misalnya jumlah halaman, jumlah kata, atau hal-hal lain yang justru akan membuat siswa takut. Biarlah siswa berkreasi dengan imajinya masing-masing. Penilaian bukan semata pada hasilnya saja tetapi lebih pada kemauan anak memasuki dunia amajinya yang luas tanpa batas.

G. Penutup
1. Simpulan
Tujuan meningkatkan daya imajinasi siswa akan tercapai jika guru mampu menyusun langkah-langkah pembelajaran yang sesuai. Dalam pembelajaran Bahasa Indonesia dengan metode Brain Gym dalam bentuk cerita melalui pengembangan imajinasi lebih cenderung mengajak siswa bercerita secara bebas dan melibatkan gerakan tubuh. Karena dapat menarik minat siswa dan bertujuan untuk mengaktifkan dua bagian otak dalam waktu bersamaan. Selain itu meningkatkan keseimbangan dan kesetimbangan. Selain itu gerakan ini juga untuk mengintegrasikan kemampuan menyimak dengan kedua telinga. Setiap langkah kegiatan, khususnya pada kegiatan inti, hendaknya disertai dengan gerakan tubuh yang dapat dilakukan dengan mudah oleh siswa dengan efek yang langsung terlihat dan dapat dirasakan oleh siswa, sehingga peningkatan daya imajinasi siswa bisa tercapai dengan optimal.

2. Saran
Penggunaan metode Brain Gym dalam bentuk cerita lebih baik dengan mengombinasikan dengan gerakan tubuh yang mampu melemaskan otot leher, bahu, tangan, dan badan. Iringi dengan musik yang mendukung, misalnya musik klasik.
Brain Gym memerlukan piranti pendukung misalnya, ruang yang cukup luas, suasana yang tenang dan santai, dan juga guru yang memiliki keterampilan yang memadai. Oleh sebab itu pelaksanaannya jangan sampai dipaksakan.



DAFTAR PUSTAKA


Cohen, David. 2007. Olahraga Otak. Jakarta: Jabal.

Dennison, Paul E dan Gail E. Dennison. 2002. Brain Gym. Jakarta: Gramedia.

Depdikbud. 1998. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Kurikulum 2004. Standart Kompetensi mata pelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah. Jakarta: Depdiknas.

Gunawan, Adi W. 2003. Genius Learning Strategy. Petunjuk praktis untuk menerapkan Accelerated Learning. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Haryadi dan Zamzami. 1996. Peningkatan Keterampilan Berbahasa Indonesia. Yogyakarta: Depdikbud.
Prayitno, Elida. 1991. Psikology Perkembangan. Jakarta: Depdikbud.

Syamsi, Katam, dkk. 2004.Aku Mampu Berbahasa Indonesia untuk Sekolah Dasar kelas II. Jakarta: SIC.

Zaini, Hisyam, dkk. 2007. Strategi Pembelajaran Aktif. Yogyakarta: CTSD.

Zuchdi, Darmiyati dan Budiasih. 1996. Pendidikan dan Sastra Indonesia di Kelas Rendah. Yogyakarta : Depdikbud.
(mbahbrata-edu.blogspot.com)